Friday 12 July 2019

Cara Evaluasi Permainan dalam Pembelajaran Bahasa Arab


Banyak permaianan bahasa arab yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar dikelas. Permainan tersebut pun kini terus berkembang seiring kesadaran para ahli pendidikan yang berbasis keagamaan untuk lebih memperkenalkan bahasa Arab sejak dini. Hal ini karena, bahasa arab adalah bidang ilmu utama dalam mempelajari ilmu pendidikan  islam dan penunjang sumber-sumber ilmu lainnya sebagai rujukan utama ilmu terapan dan tehnologi masa kini.

Dalam penerapan permainan bahasa arab tentu banyak kekurangan dan kendala teknis yang menyertai selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini timbul karena, manusia adalah mahluk hidup yang dominan dalam melakukan segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan keberhasilan maupun kesalahan.

Adapun beberapa evaluasi yang dapat dilakukan oleh pendidik, saat mengamati proses berlangsungnya kegiatan yang telah dia rancang sebelumnya guna dapat diperbaiki dalam di pembelajaran selanjutnya Yaitu:

1. Mengingatkan peserta didik tentang efesiensi waktu, cepat, tepatnya sebuah permainan berjalan sesuai dengan petunjuk guru. Serta lebih mempertegas bahwa permainan adalah bagian kompetisi yang harus di sikapi lebih bijaksana yaitu tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah.

2. Membuka forum diskusi yaitu guru membuka forum tanya jawab antar kelompok siswa untuk lebih memaknai sebuah permainan sebagai bagian dari semangat belajar dan berkompetisi secara sehat. Selain itu supaya mereka juga mampu mengalisa letak kesalahan mereka selama proses permainan berlangsung.

3. saling mengoreksi satu sama lain. Selama permainan berlangsung ada banyak hal kesalahan yang dilakukan oleh kelompok bermain mereka juga kelompok lawan. Pendidik dapat mengarahkan kesalahan-kesalahan tersebut dalam forum evaluasi  sehingga mereka akan lebih fokus untuk kapan melakukan kopetisi yang baik dan kapan melakukan koreksi yang kritis dan sopan.

4. Sebelum melakukan aktivitas permainan. Pendidik harus memastikan bahwa para peserta didik sudah bersifat homogen artinya tidak adanya ruang terbentuknya kelompok-kelompok kecil dikelas akibat kompetisi permainan yang dilakukan saat proses belajar mengajar sebelumnya telah berlangsung. Sehingga dihari berikutnya diharapakan pendidik dapat membentuk kelompk belajar lagi yang berbeda.

5. Menyimpulkan hasil permainan yaitu  pengumuman mengenai kemahiran, kecakapan, keterampilan, sikap, nilai atau hasil yang diperoleh setelah proses pembelajaran berakhir. Hal ini selain sebagai pemberian semangat saat belajar dikelas, juga sebagai bahan evaluasi belajar mandiri mereka dalam mengembangkan kemampuan personal dirumah.

6. Memberikan arahan kepada peserta didik tentang apa itu permainan, bagaimana permainan itu berlangsung dan apa fungsi permainan. Sehingga tidak adanya kesenjangan pola pikir antara peserta didik dengan guru maupun antar peserta didik tentang sifat yang timbul setelah permainan berlangsung seperti diskriminasi, kecemburuan, marah, dendam dan hal-hal lain yang tidak diharapakan. Sehingga peserta didik lebih memilki sifat besar hati, berendah diri, dan sportivitas dalam memahami sebuah kopetisi.

7. Memberikan informasi mengenai materi yang akan dipelajari dipertemuan mendatang melalu kesimpulan yang sudah didiskusikan antara guru dengan siswa.

Itulah beberapa langkah-langkah evaluasi strategis bagi para pendidik dalam mencapai evaluasi yang baik untuk kemajuan proses pembelajaran dan daya serap belajar peserta didik. Sehingga yang diharapakan adalah peserta didik mampu menguasi ilmu yang dicantumkan dalam kurikulum dengan cara yang menyenangkan dan semangat belajar. 


Sumber rujukan: 

Fathul Mujib dan NailurRahmawati, Permainan Edukatif Pendukung Permainan Bahasa Arab, Yoguakarta: Diva Press: 2012.

Monday 8 July 2019

MAKALAH BIOGRAFI RUMAISHA BINTI MILHAN

BAB I
 PEMBAHASAN

A.    Biografi
Rumaisha binti Milhan atau yang bernama lengkap Rumaisha Ummu Sulaim binti Milhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin Adi bin Naja al-Anshariyah al-Khazrajiyah. Ia seorang wanita keturunan bangsawan dari kabilah Anshar suku Khazraj yang memiliki sifat keibuan  dan berwajah manis menawan. Selain itu ia juga memiliki perangai pintar  penuh kehati-hatian dalam bersikap dewasa dan berahlak mulia.
Rumaisha binti Milhan termasuk wanita pendahulu yang masuk Islam dari kalangan Anshar. Ia tidak peduli dengan segala kemungkinan yang berbenturan langsung dengan masyarakat yang jahil para penyembah patung berhala sehingga ia tampak ragu meninggalkan peribadatannya.
Rumaisha binti Milhan mempunyai saudari yag bernama Ummu Haram bibi dari Anas bin Malik yang selalu ikut berangkat bersama pejuang muslim dan sempat mengikuti beberapa kali pertempuran. Beliau sempat ikut dalam penaklukan siprus bersama suaminya tetapi ia terjatuh dari tunggangan sehingga mati syahid ditempat itu.
Rumaisha binti Milhan menikah dengan pamannya yang bernama Malik An-Naddhar. Dari pernikahannya dengan Malik Ummu Sulaim dikaruniai anak bernama Anas bin Malik.
 Tetapi setelah Rumaisha masuk Islam, suaminya merupakan orang yang pertama berdiri menghadang keimanannya. Ia bangkit kemarahannya ketika ia kembali dari kepergiannya dan mengetahui keislaman Rumaisha, ia berkata kepadanya dengan nada yang sangat marah. “Apakah engkau telah berpindah agama?” Maka dengan penuh yakin dan tegar beliau menjawab, “Tidak, bahkan aku telah beriman.”
Ummu Sulaim juga mengajarkan kepada Anas bin Malik untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Katakanlah “Asyhadu an laa ilaaha illa Allah!” kata Ummu Sulaim kepada anaknya. Dan anak itu cepat menyambut seruan sang Ummi. Kemudian  Ummu Sulaim mengajarkan mengucap kalimat kedua “katakan sekali lagi “Asyhadu anna Muhammad Rosulluloh...! dan dengan cerdas anak itu mengikuti ucapan sang Umi, dan Anas bin Malik masuk kepangkuan Islam semenjak itu. Peristiwa besar itu persis berlangsung didepan suami Ummu Sulaim
Karuan Malik tambah menjadi-jadi kemarahannya “ kau telah merusak kepercayaan anakku” namun dengan tangkas dan tegas Ummu Sulaim langsung menjawab “Aku tidak merusak kepercayaannya, bahkan aku memimpinnya kejalan yang lurus. Aku berharap kelak ia tumbuh dan besar dalam bimbingan hidayah dan iman”
Malik an-nadhr merasa terpojok dengan jawaban istrinya yang tegas dan mantap. Sejak saat itupun rumah tangga Ummu Sulaim sering diwarnai keributan mulut. Maka malik akhirnya pergi meninggalkan Ummu Sulaim ke Syam, sampai suaminya meninggal disana. Hingga akhirnya kematian suaminya sampai ke Ummu Sulaim. Wanita itu berjanji untuk tidak ingin menikah lagi kecuali jika diizinkan anaknya Anas bin Malik.
Setelah meningalnya Malik, kabar Ummu Sulaim yang janda terdengar sampai ketelinga Abu Thalhah. Dan langsung datang melamar Ummu Sulaim.
Diriwayatkan dari Tsabit al Banni dari Anas, ia berkata Abu Thalhah melamar Ummu Sulaim. Maka Ummu Sulaim berkata,” Demi Allah tidak ada laki-laki seperti kamu yang patut ditolak wahai Abu Thalhah. Sebab kamu laki-laki kafir dan saya wanita muslim dan saya tidak halal kawin denganmu. Maka apabila kamu masuk Islam, maka keislamanmu itulah maharku dan saya tidak minta yang lain darimu”
(Padahal Abu Thalhah  adalah orang Anshar yang paling banyak hartanya berupa kebun kurma).
Kemudian Abu Thalhah masuk Islam dan keislamannya merupakan mahar untuk Ummu Sulaim. Tsabit al Banni berkata” saya sama sekali tidak pernah mendengar ada wanita yang mas kawinnya lebih mulia dari mas kawin Ummu Sulaim. (HR. An Nasai)
Sungguh, pernikahan Ummu Sulaim ini menunjukkan adanya kekuatan iman dan harga diri seorang wanita yang tak mudah ditundukkan oleh harta, kepopuleran dan ketokohan seorang laki-laki.
Pada waktu itu di  Madinah, para wanita menginginkan diperistri oleh Abu Thalhah karena keutamaan yang dimilikinya. Tetapi Ummu Sulaim tak pernah silau dengan itu semua. Ummu Sulaim hanya memilih keislaman Abu Thalhah dan tidak menginginkan selainnya. Dan sungguh tepat pilihan Ummu Sulaim itu, karena dikemudian hari Abu Thalhah mampu membuktikan bahwa dirinya sangat layak untuk berbaris dibarisan pejuang Islam.
Dari hasil pernikahannya dengan Abu Talhah itu mereka mempunyai anak yang bernama Abu Umair. Apabila Rosululoh berkunjung kerumah Abu thalhah beliau sering bermain dan bercanda dengan Abu Umair. pada suatu ketika, Abu Umair menderita sakit dan pada hari itu Abu Thalhah sedang berpuasa. Ketika Abu Thalhah sedang pergi keluar rumah, dan Abu Umair meninggal dunia. Karena suaminya sedang tidak ada, maka Ummu Sulaim segera memandikan dan mengkafani seorang diri, kemudian jenazah anaknya itu dibaringkan diatas tempat tidur.
Setelah Abu Thalhah pulang, Ummu Sulaim segera menyiapkan makanan untuk berbuka suaminya. Setelah itu , Ummu Sulaim berhias dan memakai wangi-wangian. Pada malam harinya, Abu Thalhah datang dan segera berbuka puasa dengan makanan yang telah disiapkan oleh Ummu Sulaim. Setelah berbuka Abu Thalhah bertanya kepada Ummu Sulaim. “Ummi bagaiman keadaan anak kita?” Ummu Sulaim menjawab, “Alhamdulillah, dia dalam keadaan baik-baik saja.” Ummu Sulaim meminta kepada suaminya agar jangan terlalu memikirkan keadaan anaknya.
Pada malam itu juga, Abu Thalhah menggauli istrinya. Ketika Abu Thalhah bangun, Ummu Sulaim berkata kepada suaminya, “ saya mempunyai pertanyaan kepadamu, wahai suamiku.” Abu Thalhah bertanya, “Apakah itu?” Ummu Sulaim berkata, “seandainya seorang diberi suatu amanat, lalu pemiliknya ingin mengambilnya, haruskah dia mengembalikannya?”
Suaminya menjawab, “tentu, dia harus mengembalikannya, dia tidak mempunyai hak untuk menyimpannya.”
Ummu Sulaim berkata lagi, “ Suamiku, Allah telah mengamanatkan Abu Umair kepada kita, namun sekarang Dia telah  memanggilnya kembali.”
Abu Thalhah merasa sedih ketika mendengar berita tersebut. Dengan sedikit marah, Abu Thalhah berkata “ Mengapa engkau tidak mengatakannya sejak tadi malam?” setelah itu, Abu Thalhah mengadu kepada Rosululloh Saw tentang peristiwa itu. Rosululoh berdoa untuknya dengan bersabda, “Semoga Allah Swt memberkahi hubunganmu dengan istrimu tadi malam.”
Salah seorang sahabat dari kaum Anshar berkata, “saya menyaksikan berkah dari doa Rosululloh Saw tersebut. Dari hubungan dengan istrinya pada malam tersebut, lahirlah Abdulloh bin Abu Thalhah yang akhirnya mempunyai sembilan orang anak, dan semuanya Hafizh Al-Qur’an.
Keutamaan Ummu Sulaim tidak hanya itu saja, Allah Swt juga pernah menurunkan ayat untuk pasangan suami istri itu dikarenakan suatu peristiwa. Dan manusia dapat beribadah dengan membacanya.
Abu Hurairah berkata telah datang seorang laki-laki kepada Rosulullah Saw dan berkata “Sesungguhnya aku dalam keadaan lapar”  maka Rosulullah menanyakan kepada salah satu istrinya tentang makanan yang ada dirumahnya, namun Beliau menjawab, “Demi yang mengutusmu dengan hak, aku tidak memiliki apa-apa kecuali hanya air, kemudian Beliau bertanya kepada istri yang lain, namun jawabannya sama. Kemudian Rasulullah Saw bersabda, “Siapakah yang akan menjamu tamu ini, semoga Allah merahmatinya.” Maka berdirilah seorang Anshar yang namanya Abu Thalhah seraya berkata, “Saya Ya Rasulullah” maka ia berdiri bersama tamu tadi menuju rumahnya kemudian sahabat Anshar itu bertanya kepada istrinya (Ummu Sulaim) “Apakah kamu memiliki makanan?” Istrinya menjawab, “Tidak punya, melainkan makanan untuk anak-anak” Abu Thalhah berkata, “Berikanlah minuman kepada mereka dan tidurkanlah mereka. Nanti apabila tamu saya masuk, maka akan saya perlihatkan bahwa saya ikut makan, apabila makanan sudah berada ditangan, maka berdirilah dan matikanlah lampu” hal itu dilakukan oleh Ummu Sulaim. Mereka duduk-duduk dan tamu makan hidangan tersebut, sementara kedua suami-istri tersebut bermalam dalam keadaan tidak makan.
Keesokan harinya keduanya datang kepada Rosulullah Saw, dan Rosulullah bersabda, “Sungguh Allah takjub (tertawa) terhadap fulan dan fulanah”
Dan turunlah ayat:
“Maka mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (Apa yang mereka berikam itu).”
(QS Al-Hasyr: 9)
                        Abu Thalhah tak kusa menahan rasa gembiranya, maka beliau bersegera memberikan kabar gembira itu kepada sang istrisehingga sejuklah pandangan matanya karena Allah Swt menurunkan ayat tentang mereka dalam Al-qur’an yang senatiasa dibaca.
Ummu Sulaim memiliki kedudukan yang istimewa dimata Rosululoh Saw. Anas bin Malik berkata, “Sesungguhmya Rasulullah Saw tidak pernah masuk sebuah rumah di Madinah (secara terus-menerus) selain rumah Ummu Sulaim, kecuali ke rumah para istri beliau. Ketika hal itu ditanyakan, beliau menjawab, “Aku merasa kasihan kepadanya karena saudaranya terbunuh waktu bersamaku.” (HR Bukhari dan Muslim).
Anas bin Malik berkata, “Adalah Nabi Saw apabila lewat didekat Ummu Sulaim, beliau singgah menemuinya dan mengucapkan salam kepadanya.” (HR Bukhari).
Suatu hari Ummu Sulaim Menemui Rosulloh dengan rasa malu kemudian beliau mengajukan agar buah hatinya Anas dijadikan pembantu oleh guru manusia yang mengajarkan segala kebaikan. Rosululloh menerimanya sehingga sejuklah pandangan Ummu Sulaim karenanya.
Dalam syiarnya, Adz-Dzahabi meriwayatkan dengan sanadnya Anas katanya “suatu ketika Nabi berkunjung kerumah Ummu Sulaim. Begitu ibuku tahu akan kunjungan Nabi Saw, ia segera menyuguhkan kepadanya kurma dan minyak samin. “kembalikan saja kurma dan minyak saminmu ketempat semula, karena aku sedang berpuasa.” Kata Rosululloh kepada ibuku. Setelah itu nabi bangkit menuju salah satu sisi rumahku, kemudian salat sunah 2 rakaat dan mendoakan kebaikan bagi Ummu Sulaim dan keluarganya. Maka ibu berkata kepada Belia, “Wahai Rosululloh aku memiliki hadiah khusus bagimu.” “Apa itu?” tanya Nabi Saw “Orang yang siap membantumu Anas.” Jawab ibu. Seketika itulah Rosulluloh Saw memanjatkan doa-doa untukku hingga tak tersisa satupun dari kebaikan dunia dan akhirat melainkan Beliau doakan bagiku. “Ya Allah karuniailah keduanya baginya.” Kata Rosululloh dalam doanya. Berkat doa inilah aku menjadi orang Anshar yang paling banyak hartanya,” kata Anas mengakhiri doanya.
Dalam riwayat lain Anas bin Malik menceritakan ketika Rosululloh Saw tiba di Madinah aku baru berumur 8 tahun. Waktu itu, ibu menuntunku menghadap Rosululloh Saw seraya berkata, “Wahai Rosululloh tak tersisa seorang Anshar pun kecuali datang kepadamu dengan hadiah istimewa. Namun aku tak mampu memberimu hadiah kecuali putraku ini, maka ambillah dia dan suruhlah dia membantumu kapan saja anda inginkan”
Dikisahkan juga bahwa ketika itu, Ummu Sulaim menyarungi Annas dengan setengah jilbabnya dan menyelendangi dengan sebagian gaunnya kemudian menghadiahkan kepada rosululloh.
Ummu Sulaim wafat pada tahun 30 hijriah. Ia menghadap Tuhan dengan membawa bisyarah (kabar gembira) dari nabi. Ummu Sulaim merupakan salah satu wanita penghuni surga. Dalam hadis diriwayatkan.
Dari Jabir, bahwa Rosululloh bersabda “Ketika aku masuk jannah, tiba-tiba aku melihat disana ada Rumaisha, istri Abu Thalhah. (Al-Bukhari)
Dari hadis Anas dikatakan bahwa ketika masuk jannah, nabi saw mendengar suara terompah seseorang “Suara siapa ini?” tanya Beliau. Kata malaikat itu suara Rumaisha binti Milhan ibunda Anas bin Malik.
(HR. Muslim)


B.     Riwayat Pendidikan
Ummu Sulaim merupakan wanita pendahulu yang masuk Islam dari kalangan Anshar. Ia tidak pernah ragu saat Rasulullah menyerukan agama Islam bahkan tidak peduli dengan segala kemungkinan yang berbenturan langsung dengan masyarakat yang jahil para penyembah patung berhala sehingga ia tampak ragu meninggalkan peribadatannya. Suri tauladan beliau atau guru kehidupan beliau yaitu Rasulullah Saw. Ummu Sulaim sangat mencintai dan menghormati Rasulullah bahkan melebihi dirinya sendiri.
Anas berkata, “ Rasulullah Saw pernah menemuiku ketika aku sedang bermain dengan beberapa anak sebayaku. Beliau mengucapkan salam kepada kami, kemudian beliau menyuruhku untuk mengerjakan suatu keperluan. Hal itu membuat aku terlambat pulang kepada ibuku, begitu aku datang, ibuku bertanya, “Apa yang membuatmu terlambat?” aku menjawab, “Aku disuruh oleh Rasulullah” ibuku bertanya, “Apa keperluan beliau?” Aku jawab, “Itu rahasia” ibuku berkata, “kalau begitu jangan kamu ceritakan kepada siapapun!” Anas berkata “Demi Allah aku boleh menceritakannya kepada seseorang, tentu aku telah menceritakannya kepadamu wahai Tsabit.” (Hr Muslim)

C.     Profesi

Rumaisha binti Milhan adalah seorang mujahidah, beliau sering ikut Rosululoh Saw dalam banyak peperangan, beliau berjuang dengan segenap kemampuan sebagai seorang perempuan. Salah satu kisah beliau tergambar dalam perang sengit hunain. Diceritakan dalam kitab dan isquo; Hayah Ash Sahabat 1/597 dari kitab dan isquo; Shifah Ash Shofwan II/66 bahwa suatu ketika Abu Thalhah berpapasan dengan Ummu Sulaim dalam perang hunain. Ia melihat tangannya ada sebilah pisau, maka ia segera menemui Rosululoh Saw  dan berkata: “ Ya Rosululoh, lihatlah Ummu Sulaim keluar rumah sambil membawa pisau.” Maka Rosululoh menanyainya “ apa yang hendak kau perbuat dengannya wahai Ummu Sulaim?“ Ummu Sulaim menjawab “Aku ingin jika ada yang mendekatiku, aku bisa melukainya.” Dalam riwayat lain “ pisau ini sengaja kusiapkan untuk merobek perut orang musyrik yang berani mendekatiku”
Rumaisha atau Ummu Sulaim juga dikenal sebagai salah satu penghafal hadis  yang mana banyak sahabat-sahabat besar semisal Zaid bin Tsabit Ra, Anas bin malik meriwayatkan hadis dari beliau.
 Ummu Sulaim juga merupakan seorang Dai yang bijaksana dan seorang istri yang shalihah, seorang pendidik yang sabar sehingga memasukkan anaknya dalam madrasah nubawah tatkala berumur 10 tahun yang pada gilirannya beliau menjadi seorang ulama diantara ulama Islam.  Ubbabah, salah seorang rijal sanad berkata aku melihat Dia memiliki 7 anak yang semuanya hafal Al-Qur’an

D.    Karya
Ummu Sulaim telah meriwayatkan 14 hadis yang berasal langsung dari Rosululoh Saw. Diantaranya terdapat dalam kitab shahih Bukhari-Muslim. Satu diriwayatkan muttafaq’alain. Satu diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan dua diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Hadis riwayat Ummu Sulaim ra: tentang wanita yang keluar mani (sperma) wajib mandi.
Bahwa ia bertanya kepada Nabi Saw tentang wanita yang bermimpi seperti yang di mimpikan laki-laki Rasulullah bersabda : apabila wanita itu bermimpi seperti itu , maka ia wajib mandi. Ummu sulaim berkata : saya malu dalam hal itu. Katanya :apakah itu mungkin terjadi? Nabi Saw bersabda : ya, mungkin saja. Lalu darimana terjadi kemiripan? Sesungguhnya mani laki-laki itu kental dan berwarna putih, sedangkan mani perempuan itu encer dan berwarna kuning. Mana yang lebih tinggi (banyak) atau dahulu keluar. (Shahih Muslim no 459)

E.     Keteladanan Tokoh Yang Harus di Terapkan Dalam Kehidupan
Ummu Sulaim merupakan sosok perempuan yang patut kita teladani, beliau adalah sosok yang memiliki ketabahan dan kesabaran yang tinggi. Wanita yang teguh yang tetap mantap memeluk Islam walaupun ditentang oleh suaminya sendiri.
 tanggung jawab sebagai seorang istri untuk mengingatkan suaminya kejalan yang benar, kepada suami yang pertama malik bin Nashr, walaupun ia menolak dan dakwah ummu sulaim terhadap Abu Thalhah agar masuk islam, dan dia menerima.
Pengorbanan Ummu Sulaim untuk mengutamakan cintanya kepada Allah dan tidak mendahulukan cinta duniawi, Ummu Sulaim tidak mementingkan harta benda diatas agama. Ia menolak emas dan perak, tetapi beliau lebih memilih keislaman Abu Thalhah sebagai maharnya.
Kesabarannya Ummu Sulaim yang luar biasa terhadap musibah yang menimpanya dan menerima dengan lapang dada.
Wanita yang mendidik anaknya dengan baik sehingga menjadi perawi hadis yang terkenal

 Wanita yang cerdik, bagaimana saat ia mengabarkan kepada Abu Thalhah tentang kematian anaknya. Beliau tidak langsung mengabarkan hal-hal buruk yang terjadi. Dan Wanita yang sangat berani, dalam perang hunain



DAFTAR PUSTAKA

 

Dikutip dari buku “Wanita Dambaan Hati” karya Khalid bin Abdirrahman bin Hamd Assyayi: penerbit Al-Haura

Kitab Nisaa’ Haular Rasuul, karya Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Mustafa Abu an-Nashr asy-Syalabi

http://www.Ahlulhadist.woodpress.com/2007/10/13

http;//www.boemi-Islam/sejarah-Islam/Sirohsahabiyah

Asri Widiarti, Manajemen Jatuh Cinta, (Yogyakarta: Pustaka Fahima,2008)

Maulana Muhammad Zakaria Al-Kandahalawi, Himpunan Kitab-kitab Fadilah A’mal (Jabar: Pustaka Ramadhan,1993) h.671

http://www.ButiranKasihmu.wadpress.com/2014/10/02

http://www.Islam.net/home/Qur’an-dan-Hadist/Hadist-Shahih-Muslim

MAKALAH TAFSIR TARBAWI-TUJUAN PENDIDIKAN SURAT AL- HAJJ AYAT 41



BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
            Agama merupakan suatu kepercayaan yang komplek dari setiap makhluk bertuhan. Keberadaan agama menjadi sebuah obyek yang tak pernah habis untuk dipermasalahkan dan dipecahkan baik dari sudut waktu dan tempatnya.  Islam  begitu sangat dominan dalam hal ini, pembahasan agama menjadi hal utama dalam kehidupan yang oleh karenanya penyandang agama perdamaian yaitu Rahmatanlil alamin. Pada Subyek, obyek dan aspek yang menyangkut didalamnya merupakan sestem yang terjaga dengan baik. Islam yang begitu fleksibel memberikan leluasa untuk semua khalangan siapa saja untuk menuju kebaikan.
            Begitulah sebenarnya Islam, tindak tanduknya dalam kehidupan menjadi sebuah cermin diri. Kepribadian bersyahadah penuh melekat erat pada umat-umatnya yang bertaqwa karenanya mengapa Islam begitu sangat dicintai baik penganutnya sendiri maupun agama lain, bahkan kejayaannyapun menjadi bagian dari kehidupan berumat, berbangsa dan bernegara.

2.      Rumusan Masalah
a.       Mengetahui kandungan dari surat al-Hajj ayat 41.
b.      Menafsirkan dan menawilkan surat al-Hajj ayat 41.
c.       Mengetahui sifat-sifat seorang mukmin sesungguhnya.

3.      Tujuan Masalah
a.       Dapat memberikan pengertian dan pemahaman untuk diaplikasikan dalam kehidupan.
b.      Mengarahkan untuk lebih memahami arti ayat dalam Al-Quran yang pengertiannya bersifat universal.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    SURAT AL-HAJJ AYAT 41

1.      Ayat dan Tarjamahnya
Artinya : “ Orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka dibumi, niscaya mereka melaksanakan shalat dan menunaikan zakat serta menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”.

2.      Asbabun Nuzul
                     Dari seorang sahabat Ibnu Abbas mengatakan tentang Asbabun Nuzul ayat ini yaitu suatu ketika tatkala Rasulullah Saw di usir dari Mekkah Abu Bakar berkata “ mereka telah mengusir Nabi mereka, sesungguhnya kita kepunyaan Allah, sesungguhnya kita kembali kepadan-Nya benar-benar hancurlah kaum itu.” Maka Allah SWT menurunkan ayat ini yang artinya “di izinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sungguh Allah Maha Kuasa menolong mereka itu.” Abu Bakar berkata “maka tahulah aku akan ada peperangan.” ( Riwayat Ahmad At-tirmidzi, An-nasai dan Ibnu Majjah).
3.      Mufradat Pokok Bahasan
               Pada ayat diatas akan dibahas beberapa ayat pokok bahasan masuk dalam bagian pendidikan:


سورة الحج

Artinya

مَّكَّنَّاهُمْ

(Kami) beri kedudukan[1]

الزَّكَاةَ وَآتَوُا الصَّلَاةَ أَقَامُوا

Melaksanakan shalat dan menunaikan zakat

الْمُنْكَرِ عَنِ وَنَهَوْ  بِالْمَعْرُوفِ وَأَمَرُوا

Dan menyeru berbuat yang ma’ruf
الْأُمُورِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ
Dan kepada Allahlah kembali segala urusan



4.      Penafsiran Ayat
               Dalam penafsiran ayat ini terdapat beberapa penafsiran yang menyangkut ilmu pendidikan yang dapat dipelajari. Beberapa tokoh Islam menafsirkan dari berbagai segi yang dapat diambil manfaatnya. Adaapun dalam penafsiran tersebut terbagi menjadi tiga sub pokok bahasan sebagai bagian dari menelaah dan mengkaji ayat sebagai berikut:

a.       Berdasarkan ‘Am
                Merupakan perintah atau ketentuan yang dapat diambil dari ayat tersebut, pembahasannya berupa sebuah wacana yang sudah tersurat didalamnya sebelum mengarah keaplikasi pendidikan.
                Perintah ataupun ketentuan tersebut secara jelas tentang mereka yang dipandang menolong agama Allah adalah mereka yang jika diberi kekuasaan dibumi ini maka akan melaksanakan empat urusan yang menjadi dasar pemerintahan.[2] Dalam hal tersebut merupakan bentuk syukur dari ketaqwaan mereka terhadap tuhannya bahwa semua akan kembali pada-Nya sehingga ketika mereka mengalami kekalahan ataupun kemenangan mereka tetap akan selalu berqanaah terhadap Tuhan-Nya dalam bentuk rasa syukur tersebut.
                Kehidupan seorang mukmin disaat itu sangat menyulitkan, dimana kebenaran-kebenaran yang ditegakkan melahirkan tindak kekerasan dikhalangan kaum kafir terhadap kaum muslim.[3] Kekerasan itu merupakan sifat kaum musyrikin yang takut akan kedudukan mereka hilang ketika kebenaran ditegakkan dan bahkan takut akan berkembangnya Islam menjadi besar seiring waktu yang mengakibatkan golongan mereka semakin kecil dan bahkan para pemimpin-pemimpin musyrikin disaat itu takut dan iri apabila para pengikut dan rakyat mereka jatuh dan masuk kepada kaum muslim untuk menegakkan Islam. Itulah sebabnya hati mereka menyalahkan walau benar dan membenarkan walau salah.
                Sifat seorang muslim merupakan keterbalikan dari orang kafir seperti penafsiran oleh Ahmad Mushtafa Al-Maraghiy tentang ayat ini,  orang-orang yang diusir dari kampung halamannya adalah orang-orang yang sesungguhnya benar dan menegakkan syari’ah yang telah di perintahkan Tuhan-Nya.[4] Para kaum muslimin saat itu merupakan kriteria manusia yang mulia atas akhlak dan budi pekerti mereka. Hal itupun diakui oleh para kaum musrikin tentang akhlak mereka yang diakui berupa ucapan maupun perbuatan mereka. Karena dasar kedudukan membuat mereka merasa tak patut untuk tunduk dan patuh kepada Nabi ataupun masuk dalam ajaran Islam, hal inilah yang semakin menutup mata mereka untuk melihat kebenaran Islam.
                Ayat ini merupakan sebuah penjelasan karakter kaum muslimin yang sebenarnya. Sebuah karakter berdasarkan pedoman Al-Quran merupakan dasar kebutuhan bahwa kebaikan segi apapun disegerakanlah untuk ditegakkan. Kebaikan-kebaikan tersebut tercantum jelas dalam ayat ini yaitu menegakkan shalat yang merupakan sebuah dakwah kepada diri sendiri maupun umat lain, lalu menunaikan zakat merupakan perintah yang kedua, mengajak yang ma’ruf dan menjauhi dan melarang yang munkar. Keempat anjuran tersebut merupakan pokok dalam menegakkan kebenaran dan keadilan disamping perintah dan larangan syari’ah yang lain.[5]

b.      Berdasarkan Tarbiyah
                Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa perintah Allah dalam Al-Quran dapat diambil manfaatnya dalam proses pendidikan berlangsung:
1)      Perintah untuk menuntut ilmu niat ikhlas karena Allah, yaitu untuk menegakkan kebenaran baik saat susah maupun mudah.
2)      Pendidikan adalah proses untuk mencapai derajat yang baik karena dengan berilmu seseorang mampu  melihat kebaikan  dan keburukan untuk dirinya sendiri dan orang lain.
3)      Saat menuntut ilmu selalu bersifat sabar, rendah hati, dan beristiqamah serta seperti layaknya padi yang semakin berisi semakin merunduk.
4)      Dalam proses pendidikan ketaqwaan kepada Allah SWT bersifat [6]penting untuk menggapai ridhla-Nya agar ilmu yang didapatkan bermanfaat.
والعاقبة للمتقين
Artinya: “dan sesudah yang baik adalah bagi orang-orang  yang bertakwa”. (Qs. Al-A’raf: 128).
5)      Hasil dari pembelajaran itu bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi diharapkan mampu untuk menyampaikan terhadap orang lain.disampaikan secara persuasif dalam bentuk keteladanan yang baik. Dimanfaatkan untuk kebaikan dan kebenaran yaitu menegakkan yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar.

c.       Analisa
                Tujuan pendidikan menurut Francois Rabelais yaitu pembentukan manusia yang lengkap dan cakap. Dimana dengan pendidikan yang notabene merupakan wadah formal bagi seorang yang menuntut ilmu dikarenakan setiap informasi berbagai ilmu pengetahuan didapatkan disana. Pendidikan selalu menginginkan anak didiknya untuk dapat mengembangkan potensi dalam program formal yang telah disediakan.
                Pada pelaksanaan hal diatas maka tentunya seorang muslim mampu memiliki pandangan mendasar tentang manfaat sebuah pendidikan. Dengan wadah formal tersebut diselenggarakan pendidikan merupakan bagian dari kemajuan pola berpikir dalam proses pembelajaran setidaknya para mahasiswa akan mengalami pengalaman-pengalaman untuk bersifat terbuka untuk menerima perbedaan dalam berbagai ilmu pengetahuan yang didapatkan. Kemudian dari ilmu itulah yang mampu membawa seseorang untuk dapat melihat yang hak dan yang bathil, ketika seorang sudah mampu dalam menyelektif hal itu maka akan datanglah kebenaran.
                Sejatinya dalam pandangan Islam itu sendiri ilmu bukanlah membawa seseorang menuju kepada kebathilan tetapi ilmu membawa seseorang untuk mampu mengoreksi kesalahan dirinya dan meluruskan kesalahan orang disekelilingnya. Maka dari hal  inilah mengapa Allah menyukai orang yang beriman dan berilmu bahkan menempatkan kekuasaan seorang yang berilmu beberapa derajat ditambah dengan  Ilmu itu mampu menjadi penerang untuk semua makhluk.
                Seorang yang berilmu lalu memiliki iman adalah seoang yang mampu menegakkan kebenaran diatas luasnya kebathilan. Adapun menurut Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, kebenaran yang dimaksud dalam Islam adalah hikmah. Hikmah yang bersifat illahiyah, hikmah menurutnya adalah anugerah Tuhan.[7] Dan barang siapa diberi hikmah, maka dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat (Quran Al-Baqarah: 269).
                Perlu dipahami hikmah tidak tergantung pada akademi tingkatan seseorang namun hikmah pula dapat dimiliki oleh mereka yang tidak memiliki latar belakang secara formal. Tetapi perlu dipahami dan digaris bawahi bahwa hikmah sesungguhnya dimiliki kepada mereka yang mempunyai pemikiran yang jauh, pengamatan mendalam, kematangan mendalam dan pendidikan bertujuan dalam hal tersebut.
                Adapun berhasilnya proses pendidikan malalui diadakannya ujian merupakan bagian dari pembelajaran. Dari ujian tersebut dapat diukur seberapa kemampuan pemahaman terhadap apa yang dipelajari selama proses pendidikan berlangsung. Dan dia yang menjadikanmu sebagai halifah-khalifah dibumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu atas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang Diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya tuhan-mu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang (Qs. Al-An’am: 165).
Hal ini merupakan ayat yang menyatakan tegas tentang adanya perbedaan tingkat dalam arti yang seluas-luasnya yaitu berupa perbedaan apa saja yang membedakan antara yang benar yang salah. Perbedaan dalam ayat tersebut merupakan bagian dari sebuah ujian apakah keunggulannya yang diberikan tuhan itu dipergunakan untuk tujuan yang baik atau tujuan yang buruk.[8] Mereka yang menggunakan keunggulannya itu untuk tujuan yang buruk akan mendapat siksaan, dan sebaliknya mereka yang menggunakan keunggulannya itu untuk kebaikan akan mendapatkan balasan disisi Allah SWT.



BAB III
PENUTUPAN

A.    KESIMPULAN
              Pada nash yang telah dicantum dalam surat Al-Hajj ayat 41 merupakan penggambaran seorang muslim dalam menghadapi setiap ujian dengan selalu beristiqamah dan berendah hati karena kemenangan maupun kekalahan semua datangnya dari Allah. Kemenangan yang diperoleh merupakan sudah menjadi bagian dari Allah oleh karenanya semua yang dicapai harus dikembalikan kepada Allah SWT yaitu dengan menegakkan ibadah dan melaksanakan kebenaran seperti melaksanakan shalat, menunaikan zakat, mencegah yang munkar dan melaksanakan yang ma’ruf.
              Adapun tujuan dalam pendidikan yang terkait dalam hal ini yaitu sebagai jalan menuju kebenaran dengan ikhlas karena Allah SWT dan mengharapkan atas ridlanya. Sehingga pendidikan mampu mengarahkan kebaikan dan kebenaran untuk menjadikan manusia yang berakhlakkan Al-Quran.

B.     SARAN
              Pada pembahasan tentang tujuan pendidikan nanti diharapkan semua pemuda kaum muslim untuk menjadi seorang yang mampu mengasah ilmu umum dan spiritual dalam lingkungan pendidikan yang menghantarkan pembentukan siswa-siswa yang berkualitas membawa perubahan-perubahan dalam menegakkan kebenaran dan menghapus kebathilan.
            Dalam hal itupun diharapkan mampu membentuk karakter yang dapat membedakan pemikiran kaum muslim dengan lainnya melalui perbuatan yang baik yang mampu dicontoh oleh lingkungan dalam kehidupan.