A. PENGERTIAN KURIKULUM
Secara harfiah kurikulum berasal dari bahasa latin, curriculum
yang berarti bahan pengajaran. Ada pula yang mengatakan kata tersebut berasal
dari bahasa Prancis courier yang berarti berlari.
Kata kurikulum selanjutnya menjadi suatu istilah
yang digunakan untuk menunjukkan pada sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. Menurut pendapat Crow dan
Crow, ia mengatakan bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran yang isinya
sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis sebagai syarat untuk
menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu.
Dilihat dari segi perkembangan perkembangan ilmu
pengetahuan dan kemajuan dunia pendidikan, definisi kurikulum sebagaimana
disebutkan di atas kemudian dipandang sudah ketinggalan zaman. Saylor dan
Alexander mengatakan bahwa kurikulum bukan hanya memuat sejumlah mata
pelajaran, akan tetapi termasuk juga di dalamnya segala usaha sekolah untuk mencapai
tujuan yang diinginkan, baik usaha tersebut dilakukan dilingkungan sekolah
maupun di luar sekolah.
Pengertian kurikulum menurut Hasan Langgulung,
kurikulum adalahsejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, social,plahraga dan
kesenian baik yang erada di dalam maupun di luar kelas yang dikelola oleh
sekolah. Pendapat terakhir mengenai kurikulum ini berbeda dengan pendapat-pendapat yang
dikemukakan sebelumnya di atas. Jika sebelumnya kurikulum (pendidikan) hanya
terbatas pada kegiatan pengajaran yang dilakukan di ruang kelas, maka pada
pengajaran berikutnya pendidikan dapat pula memanfaatkan berbagai sumber
pengajaran yang terdapat di luar kelas, seperti perpustakaan, museum,
pameran,majalah, surat kabar, siaran televisi, radio, pabrik dan sebagainya.
Dengan cara seperti ini para mahasiswa dapat terus mengikuti perkembangan
kemajuan ilu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan lainnya yang terjadi di
luar sekolah.
B. CAKUPAN KURIKULUM
Cakupan bahan pengajaran yang
terdapat dalam kurikulum pada zaman sekarangtampak semakin luas. Hal ini selain
disebabkan oleh kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan sebagaimana
disebutkan di atas, juga karena semakin beratnya beban yang hrus dipikul oleh
sekolah. Dalam hubungan ini S.Nasution mengatakan bahwa luasnya cakupan
kurikulum itu antara lain, disebabkan oleh adanya tugas-tugas yang semula
menjadi beban badan-badan lain, kini hal ini dibebankan oleh sekolah.
Berdasarkan pada tuntutan
perkembangan yang demikian itu, maka para perancangkurikulum dewasa ini
menetapkan cakupan kurikulum meliputi empat bagian, yaitu:
1.Bagian yang berkenaan dengan tujuan-tujuan
yang ingin dicapai oleh proses belajar mengajar.
2.Bagian yang berisi pengetahuan,
informasi-informasi, data, aktivitas-aktivitas,dan pengalaman-pengalaman yang
merupakan bahan bagi penyusunan kurikulum yang isinya berupa mata pelajaran
yang kemudian dimasukkan dalam silabus.
3.Bagian yang berisi metode atau cara
menyampaikan mata pelajaran tersebut.
4.bagian yang berisi metode atau cara
melakukan penilaian dan pengurangan atas hasil mata pelajaran tertentu.
C. MODEL-MODEL KONSEP KURIKULUM
Bagaimana pandangan para ahli
tentang model-model konsep kurikulum? Miller dan Seller melihat kurikulum
sebagai alat untuk transmisi kebudayaan, transformasi pribadi peserta didik,
dan transaksi dengan masyarakat. Sebaliknya Einsner memandang kurikulum sebagai
pengembangan proses kognitif, tegnologi, humanistik, atau aktualisasi diri
peserta didik, dan rekonstruksi social dan akademis.
Dipihak lain,
melihat model konsep kurikulum dengan memerhatikan fungsi pendidikan. Jika
pendidikan berfungsi menumbuhkan kreativitas, melestarikan nilai-nilai, serta
membekali kemampuan produktif, maka model kurikulum yang tepat
adalahmenggunakan pendekatan akademis, pendekatan teknologi, dan pendekatan
humanistic.
D. SISTEM PENJENJANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN
ISLAM
Kurikulum pendidikan islam bersifat
dinamis dan kontinu (berkesinambungan) disusun berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan khusus, terutama masalah kemampuan intelegensia dan
mental peserta didik. Untuk itu, sistem penjenjangan kurikulum pendidikan islam
berorientasi pada kemampuan, pola, irama perkembangan, dan mental peserta
didik. Dari sini dapat ditentukan bobot materi yang diberikan, misalnya:
1.Untuk tingkat dasar (ibtidiyah).
Bobot materi hanya menyangkut pokok-pokok ajaran Islam, misalnya masalah akidah
(rukun iman), masalah syariah (rukun Islam), dan masalah akhlak (rukun Ihsan).
2.2.Unt tingkat menengah pertama (Tsanawiyah).
Bobot materi mencakup bobot materi yang diberikan pada jenjang dasar dan
ditambah dengan argument-argumen dengan dalil naqli dan dalil aqli.
3.Untuk tingkat menengah atas ( Aliyah).
Bobot materi mencakup bobot materi yang diberikan pada jenjang dasar dan
jenjang menegah pertama ditambah dengan hikmah-hikmah dan manfaat dibalik
materi yang berikan.
Untuk tingkat perguruan tinggi (Jami’iyah).
Bobot materi yang diberikan merupakan bobot materi pada jenjang sebelumnya dan
ditambah dengan materi yang bersifat ilmiah dan filosof.
Baca juga : Pendidikan Islam Pada Masa Kejayaan
DAFTAR PUSTAKA
Crow
and Crow, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Rake
Sarasin,1990)
Hasan
Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Puataka
Al-husna cet 1, 1987)
Muhaimin,
Konsep Pendidikan Islam, SebuahTelaah Komponen Dasar Kurikulum,
(Solo: Romadhoni, 1991)
S.
Nasution, Pengembangan Kurikulum Pendidikan, (Bandung: Citra
Adirya Bakti, 1991)
Sudirman,
dkk., Ilmu Pendidikan, (Bandung: Remaja Karya, 1989)
Tim Depag RI, Islam Untuk Disiplin Ilmu
Pendidikan, (Jakarta: P3AI-PTU, 1984)
No comments:
Post a Comment