Monday, 8 July 2019

MAKALAH TAFSIR TARBAWI-TUJUAN PENDIDIKAN SURAT AL- HAJJ AYAT 41



BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
            Agama merupakan suatu kepercayaan yang komplek dari setiap makhluk bertuhan. Keberadaan agama menjadi sebuah obyek yang tak pernah habis untuk dipermasalahkan dan dipecahkan baik dari sudut waktu dan tempatnya.  Islam  begitu sangat dominan dalam hal ini, pembahasan agama menjadi hal utama dalam kehidupan yang oleh karenanya penyandang agama perdamaian yaitu Rahmatanlil alamin. Pada Subyek, obyek dan aspek yang menyangkut didalamnya merupakan sestem yang terjaga dengan baik. Islam yang begitu fleksibel memberikan leluasa untuk semua khalangan siapa saja untuk menuju kebaikan.
            Begitulah sebenarnya Islam, tindak tanduknya dalam kehidupan menjadi sebuah cermin diri. Kepribadian bersyahadah penuh melekat erat pada umat-umatnya yang bertaqwa karenanya mengapa Islam begitu sangat dicintai baik penganutnya sendiri maupun agama lain, bahkan kejayaannyapun menjadi bagian dari kehidupan berumat, berbangsa dan bernegara.

2.      Rumusan Masalah
a.       Mengetahui kandungan dari surat al-Hajj ayat 41.
b.      Menafsirkan dan menawilkan surat al-Hajj ayat 41.
c.       Mengetahui sifat-sifat seorang mukmin sesungguhnya.

3.      Tujuan Masalah
a.       Dapat memberikan pengertian dan pemahaman untuk diaplikasikan dalam kehidupan.
b.      Mengarahkan untuk lebih memahami arti ayat dalam Al-Quran yang pengertiannya bersifat universal.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    SURAT AL-HAJJ AYAT 41

1.      Ayat dan Tarjamahnya
Artinya : “ Orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka dibumi, niscaya mereka melaksanakan shalat dan menunaikan zakat serta menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”.

2.      Asbabun Nuzul
                     Dari seorang sahabat Ibnu Abbas mengatakan tentang Asbabun Nuzul ayat ini yaitu suatu ketika tatkala Rasulullah Saw di usir dari Mekkah Abu Bakar berkata “ mereka telah mengusir Nabi mereka, sesungguhnya kita kepunyaan Allah, sesungguhnya kita kembali kepadan-Nya benar-benar hancurlah kaum itu.” Maka Allah SWT menurunkan ayat ini yang artinya “di izinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sungguh Allah Maha Kuasa menolong mereka itu.” Abu Bakar berkata “maka tahulah aku akan ada peperangan.” ( Riwayat Ahmad At-tirmidzi, An-nasai dan Ibnu Majjah).
3.      Mufradat Pokok Bahasan
               Pada ayat diatas akan dibahas beberapa ayat pokok bahasan masuk dalam bagian pendidikan:


سورة الحج

Artinya

مَّكَّنَّاهُمْ

(Kami) beri kedudukan[1]

الزَّكَاةَ وَآتَوُا الصَّلَاةَ أَقَامُوا

Melaksanakan shalat dan menunaikan zakat

الْمُنْكَرِ عَنِ وَنَهَوْ  بِالْمَعْرُوفِ وَأَمَرُوا

Dan menyeru berbuat yang ma’ruf
الْأُمُورِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ
Dan kepada Allahlah kembali segala urusan



4.      Penafsiran Ayat
               Dalam penafsiran ayat ini terdapat beberapa penafsiran yang menyangkut ilmu pendidikan yang dapat dipelajari. Beberapa tokoh Islam menafsirkan dari berbagai segi yang dapat diambil manfaatnya. Adaapun dalam penafsiran tersebut terbagi menjadi tiga sub pokok bahasan sebagai bagian dari menelaah dan mengkaji ayat sebagai berikut:

a.       Berdasarkan ‘Am
                Merupakan perintah atau ketentuan yang dapat diambil dari ayat tersebut, pembahasannya berupa sebuah wacana yang sudah tersurat didalamnya sebelum mengarah keaplikasi pendidikan.
                Perintah ataupun ketentuan tersebut secara jelas tentang mereka yang dipandang menolong agama Allah adalah mereka yang jika diberi kekuasaan dibumi ini maka akan melaksanakan empat urusan yang menjadi dasar pemerintahan.[2] Dalam hal tersebut merupakan bentuk syukur dari ketaqwaan mereka terhadap tuhannya bahwa semua akan kembali pada-Nya sehingga ketika mereka mengalami kekalahan ataupun kemenangan mereka tetap akan selalu berqanaah terhadap Tuhan-Nya dalam bentuk rasa syukur tersebut.
                Kehidupan seorang mukmin disaat itu sangat menyulitkan, dimana kebenaran-kebenaran yang ditegakkan melahirkan tindak kekerasan dikhalangan kaum kafir terhadap kaum muslim.[3] Kekerasan itu merupakan sifat kaum musyrikin yang takut akan kedudukan mereka hilang ketika kebenaran ditegakkan dan bahkan takut akan berkembangnya Islam menjadi besar seiring waktu yang mengakibatkan golongan mereka semakin kecil dan bahkan para pemimpin-pemimpin musyrikin disaat itu takut dan iri apabila para pengikut dan rakyat mereka jatuh dan masuk kepada kaum muslim untuk menegakkan Islam. Itulah sebabnya hati mereka menyalahkan walau benar dan membenarkan walau salah.
                Sifat seorang muslim merupakan keterbalikan dari orang kafir seperti penafsiran oleh Ahmad Mushtafa Al-Maraghiy tentang ayat ini,  orang-orang yang diusir dari kampung halamannya adalah orang-orang yang sesungguhnya benar dan menegakkan syari’ah yang telah di perintahkan Tuhan-Nya.[4] Para kaum muslimin saat itu merupakan kriteria manusia yang mulia atas akhlak dan budi pekerti mereka. Hal itupun diakui oleh para kaum musrikin tentang akhlak mereka yang diakui berupa ucapan maupun perbuatan mereka. Karena dasar kedudukan membuat mereka merasa tak patut untuk tunduk dan patuh kepada Nabi ataupun masuk dalam ajaran Islam, hal inilah yang semakin menutup mata mereka untuk melihat kebenaran Islam.
                Ayat ini merupakan sebuah penjelasan karakter kaum muslimin yang sebenarnya. Sebuah karakter berdasarkan pedoman Al-Quran merupakan dasar kebutuhan bahwa kebaikan segi apapun disegerakanlah untuk ditegakkan. Kebaikan-kebaikan tersebut tercantum jelas dalam ayat ini yaitu menegakkan shalat yang merupakan sebuah dakwah kepada diri sendiri maupun umat lain, lalu menunaikan zakat merupakan perintah yang kedua, mengajak yang ma’ruf dan menjauhi dan melarang yang munkar. Keempat anjuran tersebut merupakan pokok dalam menegakkan kebenaran dan keadilan disamping perintah dan larangan syari’ah yang lain.[5]

b.      Berdasarkan Tarbiyah
                Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa perintah Allah dalam Al-Quran dapat diambil manfaatnya dalam proses pendidikan berlangsung:
1)      Perintah untuk menuntut ilmu niat ikhlas karena Allah, yaitu untuk menegakkan kebenaran baik saat susah maupun mudah.
2)      Pendidikan adalah proses untuk mencapai derajat yang baik karena dengan berilmu seseorang mampu  melihat kebaikan  dan keburukan untuk dirinya sendiri dan orang lain.
3)      Saat menuntut ilmu selalu bersifat sabar, rendah hati, dan beristiqamah serta seperti layaknya padi yang semakin berisi semakin merunduk.
4)      Dalam proses pendidikan ketaqwaan kepada Allah SWT bersifat [6]penting untuk menggapai ridhla-Nya agar ilmu yang didapatkan bermanfaat.
والعاقبة للمتقين
Artinya: “dan sesudah yang baik adalah bagi orang-orang  yang bertakwa”. (Qs. Al-A’raf: 128).
5)      Hasil dari pembelajaran itu bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi diharapkan mampu untuk menyampaikan terhadap orang lain.disampaikan secara persuasif dalam bentuk keteladanan yang baik. Dimanfaatkan untuk kebaikan dan kebenaran yaitu menegakkan yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar.

c.       Analisa
                Tujuan pendidikan menurut Francois Rabelais yaitu pembentukan manusia yang lengkap dan cakap. Dimana dengan pendidikan yang notabene merupakan wadah formal bagi seorang yang menuntut ilmu dikarenakan setiap informasi berbagai ilmu pengetahuan didapatkan disana. Pendidikan selalu menginginkan anak didiknya untuk dapat mengembangkan potensi dalam program formal yang telah disediakan.
                Pada pelaksanaan hal diatas maka tentunya seorang muslim mampu memiliki pandangan mendasar tentang manfaat sebuah pendidikan. Dengan wadah formal tersebut diselenggarakan pendidikan merupakan bagian dari kemajuan pola berpikir dalam proses pembelajaran setidaknya para mahasiswa akan mengalami pengalaman-pengalaman untuk bersifat terbuka untuk menerima perbedaan dalam berbagai ilmu pengetahuan yang didapatkan. Kemudian dari ilmu itulah yang mampu membawa seseorang untuk dapat melihat yang hak dan yang bathil, ketika seorang sudah mampu dalam menyelektif hal itu maka akan datanglah kebenaran.
                Sejatinya dalam pandangan Islam itu sendiri ilmu bukanlah membawa seseorang menuju kepada kebathilan tetapi ilmu membawa seseorang untuk mampu mengoreksi kesalahan dirinya dan meluruskan kesalahan orang disekelilingnya. Maka dari hal  inilah mengapa Allah menyukai orang yang beriman dan berilmu bahkan menempatkan kekuasaan seorang yang berilmu beberapa derajat ditambah dengan  Ilmu itu mampu menjadi penerang untuk semua makhluk.
                Seorang yang berilmu lalu memiliki iman adalah seoang yang mampu menegakkan kebenaran diatas luasnya kebathilan. Adapun menurut Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, kebenaran yang dimaksud dalam Islam adalah hikmah. Hikmah yang bersifat illahiyah, hikmah menurutnya adalah anugerah Tuhan.[7] Dan barang siapa diberi hikmah, maka dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat (Quran Al-Baqarah: 269).
                Perlu dipahami hikmah tidak tergantung pada akademi tingkatan seseorang namun hikmah pula dapat dimiliki oleh mereka yang tidak memiliki latar belakang secara formal. Tetapi perlu dipahami dan digaris bawahi bahwa hikmah sesungguhnya dimiliki kepada mereka yang mempunyai pemikiran yang jauh, pengamatan mendalam, kematangan mendalam dan pendidikan bertujuan dalam hal tersebut.
                Adapun berhasilnya proses pendidikan malalui diadakannya ujian merupakan bagian dari pembelajaran. Dari ujian tersebut dapat diukur seberapa kemampuan pemahaman terhadap apa yang dipelajari selama proses pendidikan berlangsung. Dan dia yang menjadikanmu sebagai halifah-khalifah dibumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu atas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang Diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya tuhan-mu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang (Qs. Al-An’am: 165).
Hal ini merupakan ayat yang menyatakan tegas tentang adanya perbedaan tingkat dalam arti yang seluas-luasnya yaitu berupa perbedaan apa saja yang membedakan antara yang benar yang salah. Perbedaan dalam ayat tersebut merupakan bagian dari sebuah ujian apakah keunggulannya yang diberikan tuhan itu dipergunakan untuk tujuan yang baik atau tujuan yang buruk.[8] Mereka yang menggunakan keunggulannya itu untuk tujuan yang buruk akan mendapat siksaan, dan sebaliknya mereka yang menggunakan keunggulannya itu untuk kebaikan akan mendapatkan balasan disisi Allah SWT.



BAB III
PENUTUPAN

A.    KESIMPULAN
              Pada nash yang telah dicantum dalam surat Al-Hajj ayat 41 merupakan penggambaran seorang muslim dalam menghadapi setiap ujian dengan selalu beristiqamah dan berendah hati karena kemenangan maupun kekalahan semua datangnya dari Allah. Kemenangan yang diperoleh merupakan sudah menjadi bagian dari Allah oleh karenanya semua yang dicapai harus dikembalikan kepada Allah SWT yaitu dengan menegakkan ibadah dan melaksanakan kebenaran seperti melaksanakan shalat, menunaikan zakat, mencegah yang munkar dan melaksanakan yang ma’ruf.
              Adapun tujuan dalam pendidikan yang terkait dalam hal ini yaitu sebagai jalan menuju kebenaran dengan ikhlas karena Allah SWT dan mengharapkan atas ridlanya. Sehingga pendidikan mampu mengarahkan kebaikan dan kebenaran untuk menjadikan manusia yang berakhlakkan Al-Quran.

B.     SARAN
              Pada pembahasan tentang tujuan pendidikan nanti diharapkan semua pemuda kaum muslim untuk menjadi seorang yang mampu mengasah ilmu umum dan spiritual dalam lingkungan pendidikan yang menghantarkan pembentukan siswa-siswa yang berkualitas membawa perubahan-perubahan dalam menegakkan kebenaran dan menghapus kebathilan.
            Dalam hal itupun diharapkan mampu membentuk karakter yang dapat membedakan pemikiran kaum muslim dengan lainnya melalui perbuatan yang baik yang mampu dicontoh oleh lingkungan dalam kehidupan.

2 comments:

Anonymous said...

Catatan kaki tidak ada

Vika Rini Wigati said...

Iya, hanya sebagai referensi bacaan.😊