A. PENGERTIAN PENDEKATAN SISTEM
Menurut Reja
Mudyaharja, pendekatan system adalah cara-cara berpikir dan bekerja yang
menggunakan konsep-konsep teori sistem yang relevan dalam memecahkan masalah.
Pada awalnya
pendekatan sistem digunakan dalam bidang teknik, tetapi pada akhir tahun 1950
dan awal 1960-an, pendekatan sistem mulai diaplikasikan dalam bidang pendidikan
seperti merumuskan masalah, analisis kebutuhan, analisis masalah, desain
metode, dan materi instruksional pelaksanaan secara eksperimental, menilai dan
merevisi dan sebagainya.
Dengan demikian
pendekatan sistem merupakan proses pemecahan masalah yang logis untuk mencapai
hasil penidikan secara efektif dan efisien.
Menurut Reja
Mudyaharja, sistem tersebut ada yang tertutup dan ada yang terbuka.
1.
Sistem tertutup
Sistem yang struktur organisasi bagian-bagiannya tidak mudah
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sekurang-kurangnya dalam jangka waktu
pendek.Struktur bagian-bagian tersusun secara tetap dan bentuk operasinya
berjalan otomatis.
2.
Sistem terbuka
Sistem yang terstruktur bagian depannya terus menyesuaikan diri
dengan masukan dari lingkungan yang terus menerus berubah-ubah, dalam usaha
dapat mencapai kapasitas optimalnya.Struktur bagian-bagian bersifat lentur dan
bentuk operasinya dinmis, karena bagian-bagian dalam sistem dapat berubah
karakteristik dan posisinya.
Pendidikan islam dalam satu sisi biasa dikategorikan sebagai system
tertutup karena ada prinsip-prinsip dasar dalam system tersebut yang sudah baku
(tidak berubah dan tidak boleh diubah) yaitu Al-Qur’an dan Hadis, tapi dalam
sisi lain system pendidikan islam dikategorikan sebagai sistem terbuka dalam
perkembangannya selalu berkaitan erat dengan berbagai sistem dalam kehidupan
masyarakat, seperti sistem ekonomi, politik, system sosial budaya dari
masyarakat yang mempengaruhi sistem pendidikan islam.
B.PENDEKATAN SISTEM (SYSTEM APPROACH)
Pendidikan islam sebagai disiplin ilmu dapat dianalisis dari segi
sistematis atau pendekatan system. Dalam konteks ini, pendidikan islam
dipandang sebagai proses yang terdiri dari sub-sub sistem atau
komponen-komponen yang saling berkaitan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
islam.
Teori sistemik dikembangkan oleh para ilmuan muslim pada abad ke-8
smpai dengan ke-13 M, masa itu merupakan periode keemasan sejarah kebudayaan
islam. Di antar mereka adalah Abu Abdillah Mohammad Ibnu Djababir al-Battani
(yang meninggal pada tahun 929 M) yang dikenal di eropa dengan nama Albatenius,
ahli ilmu Astronomi (ilmu perbintangan) terbesar. Ahli ilmu falak dan trigonometri
serta mengoreksi teori-teori astronomi lama dari Ptolomeus tentang perjalanan benda-benda
langit seperti bulan dan planet-planet, rotasi bumi dan gerakan/perputaran
matahari, dan sebagainya.
Abu al-Abbas Ahmad al-Farghani (Afraganus) dari farghanah,
Transsaxonia, juga terkenal sebagai ahli astronomi kenamaan pada zamannya,
buku-buku karyanya banyak diterjemahkan ke bahasa latin oleh sarjana Kristen
dari Eropa seperti Johanes dari sevilla dan Gerard dari Cremonia, pada tahun
1135 M dan beberapa ilmuan muslim lainnya yang berjasa mengembangkan ilmu-ilmu
pengetahuan dalam berbagai bidang yang sangat bermanfaat bagi kesejahteraan
manusia di kemudian hari.
Daya kreativitas para ilmuan muslim pada prinsipnya bersumber dari
informasi Al-quran yang memberikan petunjuk tentang system gerakan benda-benda
samawi dan kehidupan makhluk-makhluk termasuk dalam diri manusia sendiri secara
biologis dan psikologis berjalan menurut mekanisme hokum-hukum Tuhan.
Pendidikan islam yang ruang lingkupnya sama dengan kebutuhan hidup
manusia, secara sistemik adalah proses yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan menuju titik optimal kemampuan manusia berlandaskan nilai-nilai
islam, berlangsung menurut system hukum tertentu yang menentukan corak dan
watak hasil (produk) akhirnya.
Watak ilmu pendidikan islam adalah sistematis dan konsisten menuju
ke arah tujuan yang hendak dicapai. Untuk itu, pendidikan islam memerlukan
pemikiran sistematik dan mengarahkan prosesnya dalam system-sistem yang
aspiratif terhadap kebutuhan umatnya. Bila tidak demikian, akan timbul gangguan
dan dan hambatan-hambatan teknis operasional yang dapat menghilangkan
orientasinya yang benar.
Sejalan dengan pendekatan sistem, orientasi pendidikan islam itu
memiliki karakteristik (ciri pokok) yang bersifat goal oriented secara
operasional, pendidikan islam yang dilandaskan berdasarkan pendekatan system
itu dapat di kembangkan ke dalam model sebagai berikut :
1.Secara sistematik, manusia didik dipandang sebagai makhluk yang
integeralistik, total berkebulatan yang terbentuk dari unsur rohaniah dan
jasmaniah yang tak dapat dipisahkan satu sama lain.
2.Secara pedagogis, pendidikan islam diletakkan pada strategi
pengembangan seluruh kemampuan dasar (fitrah) secara integralistik, menuju ke
arah pembentukan pribadi muslim paripurna dalam dimensi rohaniah dan
jasmaniahnya untuk menghayati dan mengamalkan ajaran islam yang berorientasi
kepada kesejahteraan hidup duniawi-ukhrawi secara simultan.
4.Secara kurikuler, pendidikan islam mengarahkan seluruh input
instrumental (guru, metode, kurikulum, dan fasilitas) dan input environmental
(tradisi kebudayaan, lingkungan masyarakat, dan lingkungan alam) menjadi suatu
bentuk program kegiatan kependidikan islam yang diharapakan. Proses pelaksanaan
kurikuler itu harus berdasarkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan secar
bertahap, sesuai dengan tingkat kemampuan manusia didik.
Tuhan tidak akan membebani hambanya dengan tugas-tugas yang
melampaui kemampuan yang ada pada diri masing-masing, melainkan diukur dengan
kemampuannya, dan bila tidak mau melaksankannya maka tuhan akan mengenakan
siksa kepadanya.
“Tidaklah Allah akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan
kemampuannya, baginya pahala untuk kebaikan yang telah ia kerjakan, dan siksa
kejahatan yang ia kerjakan dan siksa bagi kejahatan yang ia lakukan.” (QS. Al Baqarah: 286)
Manusia yang oleh Nabi saw. Diberi kebebasan mengelola kehidupan
duniawinya telah mengembankan pendekatan sistem tersebut kedalam menejemen
pendidikan dengan berbagai model antara lain :
1.
Model sistem instruksional
Teknologi instruksional adalah mesin-mesin yang diterapkan pada
proses belajar mengajar. Ini adalah cara berpikir yang didasarkan atas
pendekatan baru tentang sistem belajar atau pengaturan organisasi tentang
proses belajar, yang lebih mementingkan pelajar perangkat keras (hardware).
Teknologi instruksional mempergunakan alat-alat untuk mengorganisasikan pikiran
dalam berbagai bentuk teknologi instruksional. Prinsip-prinsip teknologi yang diterapkan dalam proses belajar
mengajar, yaitu sebagai berikut:
Baca Juga :Nama Lain dari Ilmu Pendidikan Islam
a.Teknologi dapat digunakan untuk mengkaji kembali, teknologi juga
dapat mendorong kegairahan guna mengembangkan sasaran-sasaran prilaku belajar
mengajar.
b. Teknologi dapat mengotomatisasikan proses belajar melalui
pengembangan yang lebih teratur terhadap unsur-unsur kegiatan tersebut.
c.Teknologi dapat membantu mengidifidualisasikan beberapa tipe
belajar secara individual sesuai dengan bakat dan kemampuan murid dapat lebih berdaya
guna (efektif) dan efisien manakala dilakukan dengan program pengajaran yang
efektif.
d.Teknologi juga dapat mengerjakan hal-hal tertentu yang tak dapat
dilakukan dengan cara lain, contoh: ‘belajar dengan cara simulasi dan bermain
akan lebih berdampak situasional terhadap murid.
e.Teknologi juga dapat memperkuat kegiatan suatu penelitian dengan
kemungkinan para peneliti untuk melakukan rangkaian perhitungan yang tak dapat
dikerjakan dengan cara yang lainnya, teknologi juga dapat mensentralisasikan
dan membakukan sejauh mana keberadaan teknologi berpengaruh terhadap proses
belajar.
f.Teknologi membantu menejemen pengajaran secara rinci. Termasuk
testing dan sistem pengukuran kemajuan murid.
g. Teknologi juga dapat member dampak positif terhadap penyuluhan kependidikan
karena konseling memerlukan informai yang memadai tentang murid.
Adapun ciri-ciri pola pikir instruksional tampak dalam kegiatan
berpikir sebagai berikut :
1. Mendefinisikan melalui proses
a.Mengidentifikasikan permasalahan (problema) mengenai kebutuhan anak
didik dan mengidentifikasikan yang mendesak dan kurang mendesak.
b.Menganalisis setting(keadaan lingkungan) yang menyangkut
situasi dan kondisi murid serta sumber belajar yang relevan.
c.Mengatur (mengorganisasikan manajemen yang menyangkut tugas dan
tanggung jawab serta waktu yang diperlukan untuk melaksanakan dan sebagainya.
2.
Mengembangkan melalui proses:
a.Mengidentifikasi sasaran-sasaran yang hendak digarap, misalnya
sasaran-sasaran terminal (seperti pendidikan kejuruan) ataukah sasaran yang
berupa kemampuan akademik (seperti pendidikan umum di sekolah-sekolah umum
tingkat atas dan perguruan tinggi)
b.Mengidentifikasi factor metode yang hendak diterapkan dalam proses
belajar serta apa medianya.
c. Membantu prototipe (model) proses belajar mengajar, materinya, dan
teknik evaluasi apa yang dapat dipergunakan.
3.
Melakukan evaluasi dengan cara:
a.Mengkaji ujian(try-out) yang dilakukan dan mengumpulkan data-data.
b.Melakukan penilaian tentang hasil-hasil yang menyangkut tujuan,
metode yang dipergunakan, dan teknik-teknik evaluasinya.
c.Mengadakan review (perulangan), membuat keputusan untuk tindak
lanjut.
2.
Model Penyelenggaraan Pendidikan Menurut System Manajemen Program
Jika kita melihat proses kependidikan dari segi manajemen maka
harus direncanakan sesuai dengan sasaran atau tujuan-tujuan yang hendak dicapai
secara tepat. Perencanaan tersebut harus memperhitungkan sejauh mana
efektivitas dan efesiensinya dalam pelaksanaan.
Dalam perkembangan berpikir manajemen modern, beberapa manajemen
pendidikan, antara lain Roger A. Kaufmann, mengembangkan berbagai teori yang
melatar belakangi oleh ilmu matematika sehingga sistematisasinya tampak
matematis pula. Ia membuat model-model proses manajemen perencanaan program
pendidikan yang harus berlangsung secara mutlak melalui 6 tahapan sebagai
berikut:
a.Mengidentifikasi dahulu kebutuhan prioritas (paling utama)
pendidikan beserta permasalahan-permasalahannya.
b. Menetapkan persyaratan-persyaratan bagi pemecahan masalah serta
mengidentifikasikan berbagai alternative (pilihan) pemecahannya dalam rangka
memenuhi tuntutan akan kebutuhan yang bersifat khusus.
c. Memilih strategi dan alat-alatpendidikan guna memecahkan
kesulitan-kesulitan dangan memilih alternatif yang paling baik.
d.Melaksanakan strategi pemecahan masalah termasuk pengelolaan
danpengendalian atau pengawasan terhadap pelaksanaan strategi yang dipilih.
e. Melakukan evaluasi tehadap sejauh mana efektivitas dan efisiensi
proses belajar mengajar yang dapat dilakukan, berdasarkan kebutuhan dan
persyaratan-persyaratan yang telah diidentifikasi.
f.Mengadakan revisi (perbaikan) terhadap sebagian atau keseluruhan
langkah-langkah (proses) yang sedang berlangsung guna menjamin agar proses
tersebut dapat berjalan efektif dan efisien serta responsif konstruktif.
Menurut R. A. Kaufmaan, analisis system dengan langkah-langkah
tersebut pada prinsipnya tidak jauh berbeda dari system instruksional seperti
system atau model Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), model
Brigg, atau model Kamp, dan model Bela H. Benathy dan sebagainya.karena model ini dipilih
oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk diterapkan dalam kurikulum
sekolah semua jenjang sejak tahun 1975.
3.
Model Prosedur Pengembangan System Instruksional (PPSI)
PPSI adalah system instruksional yang berorentiasi kepada tujuan
pendidikan dan pengajaran.System instruksional ini menunjukkan makna bahwa
pengelolaan kependidikan dan pengajaran itu didasarkan atas system. Artinya
bahwa pelaksaaan program pendidikan didasarkan atas keterpaduan (integrasi)
yang terorganisasikan di mana komponen-komponennya saling menjunjung dan saling
mengembangkan atau saling mempengaruhi satu sama lain dalam proses mencapai
tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisian.
Pelaksaaan model PPSI ini melalui 5 tahap atau langkah sebagai
berikut:
1. Lebih dahulu merumuskan tujuan-tujuan instruksional.
2. Menetapkan saran evaluasi.
3. Menentukan kegiatan belajar dan bahan pelajaran.
4. Menetapkan rencana/program kegiatan.
5. Melaksanakan program tersebut didahului dengan prestest, lalu
menyajikan pelajaran, kemudian melakukan evaluasi belajar mengajar (post
test) untuk mengetahui kemajuan belajar murid dan seterusnya.
Dalam
PPSI tujuan kependidikan dirumuskan mulai dari tujuan yang paling operasional
khusus, menuju kepada tujuan yang bersifat umum, seperti tujuan instruksional
khusus (TIK), tujuan instruksional umum (TIU), tujuan kurikuler, tujuan
institusional sampai dengan tujuan nasional.
Pelaksanaan program pendidikan agama islam seperti telah
diberlakukan dalam lembaga-lembaga pendidikan/sekolah umum semua jenjang,
adalah berproses berdasarkan system instruksional tersebut sejak tahun 1975,
tidak lagi berorientasi kepada bahan mata pelajaran (subjek materi) yang separated
curriculair, melainkan keterpaduan yang bersifat integrated-curriculair.
Mata pelajaran agama islam tidak lagi diajarkan secara
terpecah-pecah melainkan dalam keterpaduan yang satu sama lain mendukung dan
mengambangkan. Bahkan antara satu bidang studi dengan bidang studi lainnya
harus saling mengembangkan dan memperkokoh.Antara bidang studi pendidikan agama
harus memperkokoh atau berkaitan dengan bidang studi ilmu akademik dan
keterampilan yang ada, karena seluruh bidang studi dalam kurikulum 1975 itu
merupakan satu system yang integral.
Baca Juga :