Wednesday, 2 March 2016

PENGERTIAN PENDEKATAN SISTEM DALAM PENDIDIKAN ISLAM

 
   A.    PENGERTIAN PENDEKATAN SISTEM

        Menurut Reja Mudyaharja, pendekatan system adalah cara-cara berpikir dan bekerja yang menggunakan konsep-konsep teori sistem yang relevan dalam memecahkan masalah.

 Pada awalnya pendekatan sistem digunakan dalam bidang teknik, tetapi pada akhir tahun 1950 dan awal 1960-an, pendekatan sistem mulai diaplikasikan dalam bidang pendidikan seperti merumuskan masalah, analisis kebutuhan, analisis masalah, desain metode, dan materi instruksional pelaksanaan secara eksperimental, menilai dan merevisi dan sebagainya.

  Dengan demikian pendekatan sistem merupakan proses pemecahan masalah yang logis untuk mencapai hasil penidikan secara efektif dan efisien.
  Menurut Reja Mudyaharja, sistem tersebut ada yang tertutup dan ada yang terbuka.

     1.      Sistem tertutup

Sistem yang struktur organisasi bagian-bagiannya tidak mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sekurang-kurangnya dalam jangka waktu pendek.Struktur bagian-bagian tersusun secara tetap dan bentuk operasinya berjalan otomatis.

     2.      Sistem terbuka

Sistem yang terstruktur bagian depannya terus menyesuaikan diri dengan masukan dari lingkungan yang terus menerus berubah-ubah, dalam usaha dapat mencapai kapasitas optimalnya.Struktur bagian-bagian bersifat lentur dan bentuk operasinya dinmis, karena bagian-bagian dalam sistem dapat berubah karakteristik dan posisinya.

Pendidikan islam dalam satu sisi biasa dikategorikan sebagai system tertutup karena ada prinsip-prinsip dasar dalam system tersebut yang sudah baku (tidak berubah dan tidak boleh diubah) yaitu Al-Qur’an dan Hadis, tapi dalam sisi lain system pendidikan islam dikategorikan sebagai sistem terbuka dalam perkembangannya selalu berkaitan erat dengan berbagai sistem dalam kehidupan masyarakat, seperti sistem ekonomi, politik, system sosial budaya dari masyarakat yang mempengaruhi sistem pendidikan islam.






     B.PENDEKATAN SISTEM (SYSTEM APPROACH)

Pendidikan islam sebagai disiplin ilmu dapat dianalisis dari segi sistematis atau pendekatan system. Dalam konteks ini, pendidikan islam dipandang sebagai proses yang terdiri dari sub-sub sistem atau komponen-komponen yang saling berkaitan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan islam.

Teori sistemik dikembangkan oleh para ilmuan muslim pada abad ke-8 smpai dengan ke-13 M, masa itu merupakan periode keemasan sejarah kebudayaan islam. Di antar mereka adalah Abu Abdillah Mohammad Ibnu Djababir al-Battani (yang meninggal pada tahun 929 M) yang dikenal di eropa dengan nama Albatenius, ahli ilmu Astronomi (ilmu perbintangan) terbesar. Ahli ilmu falak dan trigonometri serta mengoreksi teori-teori astronomi lama dari  Ptolomeus tentang perjalanan benda-benda langit seperti bulan dan planet-planet, rotasi bumi dan gerakan/perputaran matahari, dan sebagainya.

Abu al-Abbas Ahmad al-Farghani (Afraganus) dari farghanah, Transsaxonia, juga terkenal sebagai ahli astronomi kenamaan pada zamannya, buku-buku karyanya banyak diterjemahkan ke bahasa latin oleh sarjana Kristen dari Eropa seperti Johanes dari sevilla dan Gerard dari Cremonia, pada tahun 1135 M dan beberapa ilmuan muslim lainnya yang berjasa mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang yang sangat bermanfaat bagi kesejahteraan manusia di kemudian hari.

Daya kreativitas para ilmuan muslim pada prinsipnya bersumber dari informasi Al-quran yang memberikan petunjuk tentang system gerakan benda-benda samawi dan kehidupan makhluk-makhluk termasuk dalam diri manusia sendiri secara biologis dan psikologis berjalan menurut mekanisme hokum-hukum Tuhan.
Pendidikan islam yang ruang lingkupnya sama dengan kebutuhan hidup manusia, secara sistemik adalah proses yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan menuju titik optimal kemampuan manusia berlandaskan nilai-nilai islam, berlangsung menurut system hukum tertentu yang menentukan corak dan watak hasil (produk) akhirnya.

Watak ilmu pendidikan islam adalah sistematis dan konsisten menuju ke arah tujuan yang hendak dicapai. Untuk itu, pendidikan islam memerlukan pemikiran sistematik dan mengarahkan prosesnya dalam system-sistem yang aspiratif terhadap kebutuhan umatnya. Bila tidak demikian, akan timbul gangguan dan dan hambatan-hambatan teknis operasional yang dapat menghilangkan orientasinya yang benar.

Sejalan dengan pendekatan sistem, orientasi pendidikan islam itu memiliki karakteristik (ciri pokok) yang bersifat goal oriented secara operasional, pendidikan islam yang dilandaskan berdasarkan pendekatan system itu dapat di kembangkan ke dalam model sebagai berikut :






    1.Secara sistematik, manusia didik dipandang sebagai makhluk yang integeralistik, total berkebulatan yang terbentuk dari unsur rohaniah dan jasmaniah yang tak dapat dipisahkan satu sama lain.

     2.Secara pedagogis, pendidikan islam diletakkan pada strategi pengembangan seluruh kemampuan dasar (fitrah) secara integralistik, menuju ke arah pembentukan pribadi muslim paripurna dalam dimensi rohaniah dan jasmaniahnya untuk menghayati dan mengamalkan ajaran islam yang berorientasi kepada kesejahteraan hidup duniawi-ukhrawi secara simultan.

    3.Institusionalisasi (pelembagaan) pendidikan islam diwujudkan dalam struktur yang hierarkis berjenjang sejalan dengan tingkat perkembangan jiwa manusia didik, menuju kearah optimalisasi kemampuan belajarnya semakin mendalam dan meluas.

    4.Secara kurikuler, pendidikan islam mengarahkan seluruh input instrumental (guru, metode, kurikulum, dan fasilitas) dan input environmental (tradisi kebudayaan, lingkungan masyarakat, dan lingkungan alam) menjadi suatu bentuk program kegiatan kependidikan islam yang diharapakan. Proses pelaksanaan kurikuler itu harus berdasarkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan secar bertahap, sesuai dengan tingkat kemampuan manusia didik.

Tuhan tidak akan membebani hambanya dengan tugas-tugas yang melampaui kemampuan yang ada pada diri masing-masing, melainkan diukur dengan kemampuannya, dan bila tidak mau melaksankannya maka tuhan akan mengenakan siksa kepadanya.

“Tidaklah Allah akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, baginya pahala untuk kebaikan yang telah ia kerjakan, dan siksa kejahatan yang ia kerjakan dan siksa bagi kejahatan yang ia lakukan.” (QS. Al Baqarah: 286)

Manusia yang oleh Nabi saw. Diberi kebebasan mengelola kehidupan duniawinya telah mengembankan pendekatan sistem tersebut kedalam menejemen pendidikan dengan berbagai model antara lain :


    1.      Model sistem instruksional

Teknologi instruksional adalah mesin-mesin yang diterapkan pada proses belajar mengajar. Ini adalah cara berpikir yang didasarkan atas pendekatan baru tentang sistem belajar atau pengaturan organisasi tentang proses belajar, yang lebih mementingkan pelajar perangkat keras (hardware). Teknologi instruksional mempergunakan alat-alat untuk mengorganisasikan pikiran dalam berbagai bentuk teknologi instruksional. Prinsip-prinsip teknologi yang diterapkan dalam proses belajar mengajar, yaitu sebagai berikut:







a.Teknologi dapat digunakan untuk mengkaji kembali, teknologi juga dapat mendorong kegairahan guna mengembangkan sasaran-sasaran prilaku belajar mengajar.

b.   Teknologi dapat mengotomatisasikan proses belajar melalui pengembangan yang lebih teratur terhadap unsur-unsur kegiatan tersebut.

c.Teknologi dapat membantu mengidifidualisasikan beberapa tipe belajar secara individual sesuai dengan bakat dan kemampuan murid dapat lebih berdaya guna (efektif) dan efisien manakala dilakukan dengan program pengajaran yang efektif.

d.Teknologi juga dapat mengerjakan hal-hal tertentu yang tak dapat dilakukan dengan cara lain, contoh: ‘belajar dengan cara simulasi dan bermain akan lebih berdampak situasional terhadap murid.

e.Teknologi juga dapat memperkuat kegiatan suatu penelitian dengan kemungkinan para peneliti untuk melakukan rangkaian perhitungan yang tak dapat dikerjakan dengan cara yang lainnya, teknologi juga dapat mensentralisasikan dan membakukan sejauh mana keberadaan teknologi berpengaruh terhadap proses belajar.

f.Teknologi membantu menejemen pengajaran secara rinci. Termasuk testing dan sistem pengukuran kemajuan murid.

g. Teknologi juga dapat member dampak positif terhadap penyuluhan kependidikan karena konseling memerlukan informai yang memadai tentang murid.

Adapun ciri-ciri pola pikir instruksional tampak dalam kegiatan berpikir sebagai berikut :
  
            1.      Mendefinisikan melalui proses

a.Mengidentifikasikan permasalahan (problema) mengenai kebutuhan anak didik dan mengidentifikasikan yang mendesak dan kurang mendesak.

b.Menganalisis setting(keadaan lingkungan) yang menyangkut situasi dan kondisi murid serta sumber belajar yang relevan.

c.Mengatur (mengorganisasikan manajemen yang menyangkut tugas dan tanggung jawab serta waktu yang diperlukan untuk melaksanakan dan sebagainya.

                  2.      Mengembangkan melalui proses:

a.Mengidentifikasi sasaran-sasaran yang hendak digarap, misalnya sasaran-sasaran terminal (seperti pendidikan kejuruan) ataukah sasaran yang berupa kemampuan akademik (seperti pendidikan umum di sekolah-sekolah umum tingkat atas dan perguruan tinggi)

b.Mengidentifikasi factor metode yang hendak diterapkan dalam proses belajar serta apa medianya.

c. Membantu prototipe (model) proses belajar mengajar, materinya, dan teknik evaluasi apa yang dapat dipergunakan.

          3.      Melakukan evaluasi dengan cara:

a.Mengkaji ujian(try-out) yang dilakukan dan mengumpulkan data-data.
b.Melakukan penilaian tentang hasil-hasil yang menyangkut tujuan, metode yang dipergunakan, dan teknik-teknik evaluasinya.
c.Mengadakan review (perulangan), membuat keputusan untuk tindak lanjut.


     2.      Model Penyelenggaraan Pendidikan Menurut System Manajemen Program

Jika kita melihat proses kependidikan dari segi manajemen maka harus direncanakan sesuai dengan sasaran atau tujuan-tujuan yang hendak dicapai secara tepat. Perencanaan tersebut harus memperhitungkan sejauh mana efektivitas dan efesiensinya dalam pelaksanaan.

Dalam perkembangan berpikir manajemen modern, beberapa manajemen pendidikan, antara lain Roger A. Kaufmann, mengembangkan berbagai teori yang melatar belakangi oleh ilmu matematika sehingga sistematisasinya tampak matematis pula. Ia membuat model-model proses manajemen perencanaan program pendidikan yang harus berlangsung secara mutlak melalui 6 tahapan sebagai berikut:

  a.Mengidentifikasi dahulu kebutuhan prioritas (paling utama) pendidikan beserta permasalahan-permasalahannya.

   b.  Menetapkan persyaratan-persyaratan bagi pemecahan masalah serta mengidentifikasikan berbagai alternative (pilihan) pemecahannya dalam rangka memenuhi tuntutan akan kebutuhan yang bersifat khusus.

   c. Memilih strategi dan alat-alatpendidikan guna memecahkan kesulitan-kesulitan dangan memilih alternatif yang paling baik. 

   d.Melaksanakan strategi pemecahan masalah termasuk pengelolaan danpengendalian atau pengawasan terhadap pelaksanaan strategi yang dipilih.

     e. Melakukan evaluasi tehadap sejauh mana efektivitas dan efisiensi proses belajar mengajar yang dapat dilakukan, berdasarkan kebutuhan dan persyaratan-persyaratan yang telah diidentifikasi.

   f.Mengadakan revisi (perbaikan) terhadap sebagian atau keseluruhan langkah-langkah (proses) yang sedang berlangsung guna menjamin agar proses tersebut dapat berjalan efektif dan efisien serta responsif konstruktif.

Menurut R. A. Kaufmaan, analisis system dengan langkah-langkah tersebut pada prinsipnya tidak jauh berbeda dari system instruksional seperti system atau model Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), model Brigg, atau model Kamp, dan model Bela H. Benathy dan sebagainya.karena model ini dipilih oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk diterapkan dalam kurikulum sekolah semua jenjang sejak tahun 1975.

     3.      Model Prosedur Pengembangan System Instruksional (PPSI)

PPSI adalah system instruksional yang berorentiasi kepada tujuan pendidikan dan pengajaran.System instruksional ini menunjukkan makna bahwa pengelolaan kependidikan dan pengajaran itu didasarkan atas system. Artinya bahwa pelaksaaan program pendidikan didasarkan atas keterpaduan (integrasi) yang terorganisasikan di mana komponen-komponennya saling menjunjung dan saling mengembangkan atau saling mempengaruhi satu sama lain dalam proses mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisian.

Pelaksaaan model PPSI ini melalui 5 tahap atau langkah sebagai berikut:

     1. Lebih dahulu merumuskan tujuan-tujuan instruksional.
     2.  Menetapkan saran evaluasi.
     3. Menentukan kegiatan belajar dan bahan pelajaran.
     4.  Menetapkan rencana/program kegiatan.
   5. Melaksanakan program tersebut didahului dengan prestest, lalu menyajikan pelajaran, kemudian melakukan evaluasi belajar mengajar (post test) untuk mengetahui kemajuan belajar murid dan seterusnya.

Dalam PPSI tujuan kependidikan dirumuskan mulai dari tujuan yang paling operasional khusus, menuju kepada tujuan yang bersifat umum, seperti tujuan instruksional khusus (TIK), tujuan instruksional umum (TIU), tujuan kurikuler, tujuan institusional sampai dengan tujuan nasional.

Pelaksanaan program pendidikan agama islam seperti telah diberlakukan dalam lembaga-lembaga pendidikan/sekolah umum semua jenjang, adalah berproses berdasarkan system instruksional tersebut sejak tahun 1975, tidak lagi berorientasi kepada bahan mata pelajaran (subjek materi) yang separated curriculair, melainkan keterpaduan yang bersifat integrated-curriculair.

Mata pelajaran agama islam tidak lagi diajarkan secara terpecah-pecah melainkan dalam keterpaduan yang satu sama lain mendukung dan mengambangkan. Bahkan antara satu bidang studi dengan bidang studi lainnya harus saling mengembangkan dan memperkokoh.Antara bidang studi pendidikan agama harus memperkokoh atau berkaitan dengan bidang studi ilmu akademik dan keterampilan yang ada, karena seluruh bidang studi dalam kurikulum 1975 itu merupakan satu system yang integral.


Baca Juga :




No comments: