BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam
sebagai agama universal telah berkembang ke berbagai penjuru dunia, tidak lain karena adanya
dakwah Islamiyah. Perkembangan dakwah Islam dari masa ke masa mengalami pasang
surut, akan tetapi jika mengamati perjalanan historis dakwah Islam, kita akan
sampai pada suatu kesimpulan bahwa perkembangan dakwah Islam berjalan dengan
menajubkan.
Tersebarnya
agama ini ke berbagai pelosok dunia disebabkan oleh berbagai faktor, baik
sosial, polotik maupun agama, akan tetapi disamping itu, satu faktor yang
paling kuat dan menentukan adalah kemauan dan kegiatan yang tidak kenal dari
muballigh Islam yang dengan Nabi sendiri sebagai contoh umatnya, telah berjuang
mengajak orang-orang kafir masuk Islam.
Penyiaran
dan penyebaran Islam tersebut merupakan sumbangan berharga yang dilakukan oleh
pejuang-pejuangdakwah Islam. Perkembangan dakwah Islam yang dilakukan oleh umat
Islam senantiasa berkesinambungan hingga saat ini. Maka dibutuhkan
strategi-strategi dakwah.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
strategi-strategi dakwah ?
C. Tujuan
Masalah
1.
Mengetahuai
bagaiman strategi-strategi dakwah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Dakwah
Islam Memerlukan Strategi
Strategi
dakwah artinya metode, siasat atau taktik yang dipergunakan dalam aktifatas
dakwah. Untuk mencapai keberhasilan dakwah islam secara maksimal, maka diperlukan
berbagai faktor penunjang diantaranya adalah strategi dakwah yang tepat
sehingga dakwah Islam mengena sasaran.
Strategi
yang digunakan dalam usaha dakwah haruslah memperhatikan beberapa asas dakwah,
diantaranya adalah:
1. Asas
filosofis: asas ini membicarakan masalah yang erat hubungannya dengan
tujuan-ujuan yang hendak dicapai dalam proses atau aktivitas dakwah.
2. Asas
kemampuan dan keahlian da’i: asas ini menyangkut pembahasan mengenai kemampuan
dan profesionalisme da’i sebagaisubjek dakwah.
3. Asas
sosiologis: asas ini membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan situasi dan
kondisi sasran dakwah.
4. Asas
psikologis: asas ini membahas masalah yang erat hubungannya dengan kejiwaan
manusia.
5. Asas
efektivitas dan efisiensi: maksud asas ini adalah di dalam aktivitas dakwah harus
diusahakan keseimbangan antara biaya, waktu, maupun tenaga yang dikeluarkan
dengan pencapaian hasilnya sehingga hasilnya dapat maksimal.
B. Strategi
Pendekatan Dakwah
Strategi pendekatan dakwah, secara
global disebutkan dalam Al-Qur’an. Firman Allah:
ٱدۡعُ
إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم
بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ
وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ ١٢٥
Ajaklah kepada jalan
Tuhanmu dengan jalan hikmah (bijaksana) dan ajaran-ajaran (nasihat-nasihat)
yang baik, dan bertukar pikiranlah dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
lebih mengetahui orangorang yang sesat dari jalan-Nya, dan lebih mengetahui
siapa orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl
(16): 125)
Sebagaimana
telah disebutkan dalam ayat di atas, jelas ada tiga strategi yang dilakukan
untuk melaksanakan dakwah, yaitu
a) Hikmah
(dengan bijaksana)
b) Mau’izhah
Hasanah (nasihat-nasihat yang baik)
c) Mujadalah
bil latii hiya ahsan (diskusi dengan cara yang baik)
Sementara
Dua strategi pendekatan dakwah lain yang dapat dilakukan yaitu
1. Pendekatan
Struktural
Yaitu pengembangan
dakwah dapat melalui jalur struktural formal misalnya melalui pemerintahan. Hal
ini yang pernah ditempuh oleh prof. Dr. H. Amien Rais, dengan Ikatan
Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI).
2. Pendekatn
kulturan
Yaitu pengembangan
dakwah melalui jalur kultural nonformal, misalnya melalui pengembangan
masyarakat, kebudayaan, sosial, dan bentuk nonformal lainnya. Hal ini
dikembangkan oleh KH. Abdurrahman Wahid dengan Nahdhatul Ulama (NU).
C. Strategi
Dakwah Masa Depan
Adapun
untuk menghadapi era dakwah ke depan, ada tiga hal utama yang harus dilakukan. Pertama, pembinaan kader harus
dilakukan dengan baik, harus ditanamkan keimanan yang mendalam, pemahaman yang
juga baik dan cermat tentang keislaman, lingkungan, konsep-konsep apa saja yang
perlu diketahui dan sebagainya. Kemudian mempunyai amal yang berkesinambungan
serta keterkaitan dalam tim kerja yang baik.
Kedua, pemerataan dakwah ke
masyarakat dan menumbuhkan basis-basis sosial. Apa saja yang dapat
menyentuh masyarakat akan berhadapan dengan kekuatan masyarakat itu.
Terbentuknya basis sosial akan menjadi teman utama bagi para kader dakwah
nantinya. Sebab kader-kader itu sendiri dibesarkan dari mereka dan harus
kembali kepada mereka. Ketiga,
berjalannya proses pencetakan dan penyebaran opini umum, apa yang disebut siyarah ila al-amal al-islami. Suatu
pembentukan opini umum yang islami diarahkan tepat pada penerimaan dengan sadar
akan institusi umat sebab umat ini baru menjadi wacana “kata” belum menjadi
sense bagi masyarakat. Dakwah harus diarahkan pada bagaimana mengenal dakwah
dan dakwah memahami umat, kemauan untuk saling memahami (tafahum Al- Ummat Al-Islamiyah). Bahkan tidak hanya memahami,
tetapi juga taqobbul (menerima) institusinya. Walaupun institusi belum terbangun
tetapi keberadaan apa yang disebut umat itu mereka pahami.
Penerapan strategi dakwah yang sesuai dengan mad’u
sebagai objek dakwah, akan menghasilkan dakwah yang tepat. Dimana nantinya akan
dengan mudah dapat diterima oleh masyarakat sebagai objek dakwah.
D. Strategi
Dakwah Terhadap Kaum Dhuafa
Dhuafa berasal dari bahasa arab dhaif, artinya
lemah. Dhuafa berarti lemah, sebagai ilustrasi orang-orang kaya tidak termasuk
kaum dhuafa. Tugas dakwah adalah tugas yang mulia, dimana dengan dakwah,
pesan-pesan agama islam dapat disampaikan kepada pemeluknya untuk membela
kepentingan kaum dhuafa, kaum yang lemah, kaum fuqara dan masakin, anak-anak
yatim dan sebagainya. Firman Allah:
وَمَا
لَكُمۡ لَا تُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱلۡمُسۡتَضۡعَفِينَ مِنَ ٱلرِّجَالِ
وَٱلنِّسَآءِ وَٱلۡوِلۡدَٰنِ ٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَآ أَخۡرِجۡنَا مِنۡ
هَٰذِهِ ٱلۡقَرۡيَةِ ٱلظَّالِمِ أَهۡلُهَا وَٱجۡعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ وَلِيّٗا
وَٱجۡعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ نَصِيرًا ٧٥
"Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela)
orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang
semuanya berdoa: "Ya Tuhan Kami, keluarkanlah Kami dari negeri ini (Mekah)
yang zalim penduduknya dan berilah Kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah
Kami penolong dari sisi Engkau!" (QS.
An Nisa ayat 75)
Adapun yang termasuk dalam golongan
kaum dhuafa adalah orang-orang fakir, orang-orang miskin, orang-orang
terlantar, gelandangan, peminta-minta, korban akibat bencana alam dan lain-lain
yang pada dasarnya mereka mengalami kesulitan dalam menanggung hidupnya
sendiri. Masalah kemiskinan merupakan patologi sosial atau panyakit sosial yang
perlu dipecahkan. Dalam hal ini dakwah islam hendaknya dapat menjadi alternatif
bagi penyelesaian problema kemiskinan.
Dalam hal ini menurut KH. Abdurrahman Wahid, bahwa
tuntutan manusia dalam problema kemiskinan terdapat empat hal, yaitu
a. Penyediaan
makanan untuk memenuhi kebutuhan fisik.
b. Penyediaan
lingkungan pendidikan untuk mengembangkan jasmaniyah dan rohaniyah yang
berkesinambungan.
c. Penyediaan
kesempatan untuk mengembangkan kepribadian dalam kehidupan sebagai warga
masyarakat.
d. Penciptaan
lingkungan sosial budaya yang akan mendukung partisipasi dalam kehidupan
masyarakat, terutama dalam pengembangan dan pembinaan keluarga.
Jika pemenuhan-pemenuhan tersebut telah
dilaksanakan, paling tidak problema-problema untuk mengatasi masalah kemiskinan
dapat diatasi. Dan untuk menciptakan hal tersebut diperlukan penanganan
dakwahyang serius kearah tersebut. Penanganan dimaksud adalah penanganan yang
sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat dhuafa. Hal ini perlu
direalisasikan karena jika tidak, masyarakat dhuafa yang hidup dalam kekurangan
dikhawatirkan akan meninggalkan agama islam dan meninggalkan dakwah hanya
karena pemenuhan kebutuhannya digantikan oleh agama lain.
Penanganan-penanganan khusus ditujukan
kepada dakwah erhadap kaum dhuafa adalah agar dakwah dapat menyentuh kebutuhan
masyarakat sesuai dengan kebutuhan nya. Karena tidak mungkin ada masyarakat
yang sedang mengalami kekurangan materi sementara dakwah islam terus berdengung
dengan nasihat-nasihat sabar dan ceramah-ceramah. Dalam keadaan seperi ini, hal
yang lebih cepat adalah tindakan amal nyata yang sementara ini dikenal dengan
dakwah bi al-hal
Tema utama dakwah ke lapisan bawah
adalah dakwah bi al-hal, yaitu dakwah
yang ditekankan kepada perubahan dan perhatian kondisi material lapisan
masyarakat miskin. Dengan perbaikan kondisi material itu diharapakan dapat
dicegah kecenderungan ke arah kekufuran karena desakan ekonomi.
Untuk mengatasi kemiskinan diperlukan
kiat dan strategi yang sesuai dengan kebutuhan. Sehingga aktivitas dakwah akan
dapat mengatasi kebutuhan dan mengena sasaran kebutuhan objek dakwah.
Menurut KH. MA Sahal mahfuzh bahwa untuk
mengatasi kemiskinan dakwah dapat ditempuh dengan dua jalan, yaitu
1. Memberi
motivasi kepada kaum yang mampu untuk menumbuhkan solidariatas sosial, sebab
akhir-akhir ini di kalangan umat islam, ada kecenderungan menurunnya
solidaritas sosial tersebut. Tentu saja kita jangan melihat hal itu hanya
sebagai hal yang verbaliskarena ia akan sangat tergantung kepada pendekatan
yang dipergunakan.
2. Yang
paling mendasar dan mendesak ialah dakwah dalam bentuk aksi-aksi nyata
danprogram-program yang langsung menyentuh kebutuhan.
Dakwah dengan melalui pendekatan bil al-hal inilah yang sesuai dengan
situasi dan kondisi serta kebutuhan mad’u
atau sasaran dakwah dari kalangan kaum dhuafa. Dengan demikian dakwah dapat
menyentuh sasaran objek dakwah sebab yan diperlukan masyarakat dhuafa adalah
tindakan nyata untuk mengubah kondisi masyarakat miskin yang serba kekuangan
menjadi sebuah keadaan yang lebih baik dan berkecukupan.
Adapun bentuk pendekatan dakwah bi al-hal dalam rangka pemberdayaan masyarakat dapat melalui
berbagai cara, antara lain melalui:
1. Sosio
Karikatif
Yaitu suatu pendekatan
yang didasarkan pada anggapan bahwa masyarakat adalah miskin, menderita, an
tidak mampu memecahkan masalahnya sendiri. Mereka perlu ditolong, dikasihani,
an diberi sumbangan.
2. Sosio
Ekonomis
Yaitu suatu pendekatan
pengembangan masyarakat yang didasarkan pada anggapan bahwa apabila pendapatan
masyarakat ditingkatkan dan kebutuhan pokoknya dapat dipenuhi, pesoalan lain
dengan sendirinya dapat dipecahkan.
3. Sosio
Reformis
Yaitu pendekatan yang
sifatnya aksidental, tanpa tindak lanjut, karena sekadar untuk mengembalikan
keadaan seperti semula. Misalnya bantuan untuk bencana alam, kelaparan, dan
sebagainya.
4. Sosio
Transformatif
Yaitu suatu pendekatan
yang beranggapan, bahwa pada dasarnya pengembangan masyarakat adalah upaya
perubahan sikap, perilaku, pandangan, dan budaya yang mengarah pada keswadayaan
dalam mengenal masalah, merencanakan pemecahan, melaksanakan pemecahan, dan
melakukan evaluasi.
Salah
satu alternatif konsep tentang penciptaan kesejahteraan masyarakat adalah dapat
dilakukan melalui delapan jalur pengembangan masyarakat sejahtera sebagai suatu
komunitas (qaryah thayyibah). Delapan jalur tersebut, meliputi:
a. Sosial
ekonomi
b. Pendidikan
alternatif
c. Kesehatan
masyarakat
d. Teknologi
tepat guna
e. Kependudukan
f. Lingkungan
hidup.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masa
depan dakwah terhgantung pada para pengajur dakwah itu sendiri dalam menerapkan
strategi bagaimana melakukan aktivitas dakwah kepada masyarakat.Untuk mencapai
keberhasilan dakwah Islam secara maksimal, maka diperlukan berbagai faktor
penunjang, diantaranya adalah strategi dakwah yang tepat sehingga dakwah Islam
mengena sasaran.
Dalam
era globalisasi dan era informasi seperti sekarang ini, diperlukan penerapan
dakwah yang dapat menjangkau dan mengimbangi kemajuan-kemajuan tersebu. Dengan
demikian dakwah harus dikembangkan elalui berbagai strategi pendekatan.
B. Saran
Apabila dalam penulisan makalah ini ada
kesalahan, kami atas nama penulis memohon untuk memberikan kritik, saran dan
masukannya yang bersifat unruk membangun agar menuju kepada kesempurnaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Munir Syamsul.2009 “Ilmu
Dakwah” . Jakarta: Amazah
Abdullah
Rahmat.2001 “Dakwah Masyarakat Fokus Dakwah”, Jakarta: Izzah Press
No comments:
Post a Comment