Tuesday, 13 January 2015

ILMU PENDIDIKAN ISLAM, Etika Peserta Didik

ETIKA PESERTA DIDIK

A.    Pengertian Etika
            Mengenai etika memiliki persamaan dengan akhlak, keduanya selalu berkaitan dengan ucapan, sikap dan perbuatan, baik didalam pergaulan formal maupun informal. Etika bukan hanya sekedar perlu diketahui tapi juga perlu dipelajari maupun diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan kata lain etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. etika memberi manusia orientasi bagaimana seseorang menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang perlu kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya. Seperti yang diterapkan oleh rosulullah SAW yang tertera dalam QS al-ahzab : 21 artinya
Sesungguhnya  telah  ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.



B.     Pengertian Peserta Didik
Didalam ajaran islam, terdapat istilah yang berkaitan dengan peserta didik. Istilah tersebut diantaranya: tilmidz (jamaknya talamidz) berarti murid laki- laki,                                               (jamaknya talamidzah) berarti murid perempuan. Dalam bahasa arab dikenal juga dengan istilah Thalib, jamaknya adalah Thullab, yang artinya adalah “mencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang mencari ilmu”. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw:

من طلب علما فا د ركه كتب الله كفلين…….( رواه الطبرنى )
“Siapa yang menuntut ilmu dan mendapatkannya, maka Allah mencatat baginya dua bagian”. (HR. Thabrani)

Namun secara definitif yang lebih detail para ahli telah menuliskan beberapa pengertian tentang peserta didik. Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memilki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.
Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Abu Ahmadi juga menuliskan tentang pengertian peserta didik, peserta didik adalah orang yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga Negara, sebagai anggota masyarakat dan sebagai suatu pribadi atau individu.
Dari definisi-definisi yang diungkapkan oleh para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa peserta didik adalah orang yang mempunyai fitrah (potensi) dasar, baik secara fisik maupun psikis, yang perlu dikembangkan, untuk mengembangkan potensi tersebut sangat membutuhkan pendidikan dari pendidik.
 Jika menurut pendidikan Islam, Peserta Didik ialah setiap individu yang tumbuh dan berkembang baik secara fisik, psikologis,sosial dan relegius dalam mengarungi kehidupan di dunia maupun di akhirat. Berbeda dengan anak didik, peserta didik lebih meluas cakupannya itu disebabkan karena peserta didik tidak hanya meliputi anak-anak melainkan orang remaja maupun dewasa, termasuk kedalam peserta didik. Sedang anak didik hanya dikhususkan teruntuk individu yang berusia kanak-kanak.
Dalam menyebutkan peserta didik ini tidak hanya berada pada sekolahan umum saja, di majlis ta’lim, paguyuban dan berbaukan nonformal pun disebut demikian. Jadi dengan begitu istilah peserta didik tidak hanya orang dewasa dari segi usia, melainkan juga orang- orang yang dari segi usia sudah dewasa, namun dari segi mental, wawasan, pengalaman, keterampilan masih memerlukan bimbingan.
C.     Etika Peserta Didik
Etika peserta didik adalah seuatu yang harus dipenuhi dalam proses pendidikan. Dalam etika peserta didik, peserta didik memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan oleh peserta didik. Dalam buku yang ditulis oleh Rama yulis, menurut Al-Ghozali ada sebelas kewajiban peserta didik, yaitu :
1.      Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqorrub kepada Allah SWT, sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela. (Ad-dzariat : 56)
  Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaku
2.      Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrowi. (Adh Dhuha : 4)
  Dan Sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang
3.      Bersikap tawadhu’ (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidikannya.
4.      Menjaga pikiran dan pertantangan yang timbul dari berbagai aliran
5.      Mempelajari ilmu – ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrowi maupun untuk duniawi.
6.      Belajar dengan bertahap dengan cara memulai pelajaran yang mudah menuju pelajaran yang sukar.
7.      Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian hari beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga anak didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
8.      Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
9.      Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
10.  Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang dapat bermanfaat dalam kehidupan dinia akherat.
11.  Anak didik harus tunduk pada nasehat pendidik.
Namun etika peserta didik tersebut perlu disempurnakan dengan empat akhlak peserta didik dalam menuntut ilmu, yaitu :
1.      Peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum ia menuntut ilmu, sebab belajar merupakan ibadah yang harus dikerjakan dengan hati yang bersih.
2.      Peserta didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi jiwa dengan sifat keimanan, mendekatkan diri kepada Allah.
3.      Seorang peserta didik harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan sabar dalam menghadapi tantangan dan cobaan yang datang.
4.      Seorang harus ikhlas dalam menuntut ilmu dengan menghormati guru atau pendidik, berusaha memperoleh kerelaan dari guru dengan mempergunakan beberapa cara yang baik.
Selanjutnya Abd. Al-Amir Syams Al-Din, secara lebih sistematis mengemukakan pendapat  Ibnu  Jama’ah tentang tiga hal yang berkaitan dengan etika yang harus dimiliki oleh peserta didik  diantaranya, 
pertama, etika terhadap diri sendiri meliputi memelihara diri dari perbuatan dosa dan maksiat, memiliki niat dan motivasi yang kuat.  Kedua, etika terhadap pendidik, mencakup mematuhi, memulyakan, menghormati, dan menerima segala keputusan. Ketiga, etika terhadap kegiatan belajar mengajar diantaranya senantiasa memperdalam ilmu yag dipelajari dari pendidik.
Dalam bahasa Pesantren, pada kitab ta’lim al-muta’alim Ali Bin Abi Tholib memberikan petuah syarat bagi peserta didik dengan enam macam :
Pertama, dzukain yaitu: penalaran, imajinasi, kecerdasan, yang meliputi kecerdasan intelektual yng menggunakan otak kiri dalam berfikir linear. Kecerdasan emosional, yang menggunakan otak kanan/ intuisi dalam berfikir asosiatif. Kecerdasan moral, yang menggunakan tolak ukur baik dan buruk dalam bertindak. Kecerasan spiritual, yang mampu memaknai terhadap apa yang dialami dengan menggunakan otak unitif. Kecerdasan qolbiyah atau ruhaniyah yang puncaknya pada ketaqwaan diri pada allah SWT. Kecerdasan ini harus dimiliki oleh peserta didik sebagai persyaratan pertama dan utama dalam mencapai keberhasilan pendidikannya.
Kedua, hirsh yaitu: memiliki hasrat yaitu kemauan, dan motivasi yang tinggi dalam mencari ilmu, serta tidak merasa puas terhadap ilmu yang diperolehnya. Hasrat ini menjadi penting sebagai persyaratan dalam pendidikan
Ketiga, ishtibar yaitu: bersabar dan tabah serta tidak mudah putus asa dalam belajar, walaupun banyak rintangan dan hambatan. Sabar adalah menahan diri, mengendalikan diri dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Seperti halnya kelebihan Nabi Khidhir dibandingkan dengan Nabi Musa AS adalah bahwa Nabi Khidhir mengetahui suatu peristiwa yang belum terjadi. Bahwa kunci pengetahuan Nabi Khidhir yang tidak dimiliki Nabi Musa AS adalah sabar, sehingga berkali-kali Nabi Khidhir berkata : “sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.” Dalam kisah ini, sabar menjadi kunci bagi kecerdasan individu dalam memperoleh pengetahuan.
Empat, bulghoh yaitu: seperangkat modal dan sarana yang memadai dalam belajar. Dalam hal ini biayaa dan dana pendidikan menjadi sangat penting. Perolehan ilmu bukan didapat secara gratis, karena prefesionalisme pendidikan melibatkan sejumlah kegiatan dan sarana yang dibutuhkan.
Lima, irsyadi ustadzi yaitu: petunjuk pendidik, sehingga tidak terjadi salah pengertian terhadap apa yang dipelajari. Dalam belajar, seseorang dapat melakukan metode autodidak, yaitu belajar secara mandiri tanpa bantuan siapa pun. Sekalipun demikian, pendidikan masih tetap berperan pada peserta didik dalam menunjukkan bagaimana metode belajar yang efektif berdasarkan pengalaman sebagai seorang dewasa, serta yang terpenting pendidik sebagi sosok yang perilakunya sebagai suri teladan bagi peserta didik.
Enam, thuwl zaman yaitu: belajar tiada henti dalam mencari ilmu sampai pada akhir hayat, minal mahdi ilal lahdi (dari buaian samapai liang lahat).





DAFTAR PUSTAKA


Mujib, Abdul,  Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006)
Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan  Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010)
Ramayulis, Haji  Ilmu Pendidikan  Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2008)



No comments: