ETIKA PESERTA DIDIK
A.
Pengertian Etika
Mengenai
etika memiliki persamaan dengan akhlak, keduanya selalu berkaitan dengan
ucapan, sikap dan perbuatan, baik didalam pergaulan formal maupun informal.
Etika bukan hanya sekedar perlu diketahui tapi juga perlu dipelajari maupun
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan kata lain etika adalah teori
tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk,
sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi
kehidupan manusia. etika memberi manusia orientasi
bagaimana seseorang menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari.
itu berarti etika membantu manusia
untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika
pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang
perlu kita lakukan dan yang perlu kita pahami bersama bahwa etika
ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian
etika
ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi
kehidupan manusianya. Seperti yang diterapkan oleh rosulullah SAW yang tertera
dalam QS al-ahzab : 21 artinya
Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.
B.
Pengertian Peserta Didik
Didalam ajaran
islam, terdapat istilah yang berkaitan dengan peserta didik. Istilah tersebut
diantaranya: tilmidz (jamaknya talamidz) berarti murid laki- laki, (jamaknya talamidzah) berarti murid perempuan. Dalam
bahasa arab dikenal juga dengan istilah Thalib, jamaknya
adalah Thullab, yang artinya adalah “mencari”, maksudnya
adalah “orang-orang yang mencari ilmu”. Ini sesuai dengan sabda
Rasulullah Saw:
من طلب علما
فا د ركه كتب الله كفلين…….( رواه الطبرنى )
“Siapa yang menuntut ilmu dan mendapatkannya, maka
Allah mencatat baginya dua bagian”. (HR. Thabrani)
Namun secara definitif yang
lebih detail para ahli telah menuliskan beberapa pengertian tentang peserta didik. Peserta didik
merupakan orang yang belum dewasa dan memilki sejumlah potensi (kemampuan)
dasar yang masih perlu dikembangkan.
Menurut pasal 1 ayat 4
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, peserta didik
adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses
pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Abu Ahmadi juga
menuliskan tentang pengertian peserta didik, peserta didik adalah orang yang
belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk
menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai
umat manusia, sebagai warga Negara, sebagai anggota masyarakat dan sebagai
suatu pribadi atau individu.
Dari
definisi-definisi yang diungkapkan oleh para ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa peserta didik adalah orang yang mempunyai fitrah (potensi) dasar, baik
secara fisik maupun psikis, yang perlu dikembangkan, untuk mengembangkan
potensi tersebut sangat membutuhkan pendidikan dari pendidik.
Jika menurut pendidikan Islam, Peserta Didik ialah setiap individu
yang tumbuh dan berkembang baik secara fisik, psikologis,sosial dan relegius
dalam mengarungi kehidupan di dunia maupun di akhirat. Berbeda dengan anak
didik, peserta didik lebih meluas cakupannya itu disebabkan karena peserta
didik tidak hanya meliputi anak-anak melainkan orang remaja maupun dewasa,
termasuk kedalam peserta didik. Sedang anak didik hanya dikhususkan teruntuk
individu yang berusia kanak-kanak.
Dalam menyebutkan peserta didik ini
tidak hanya berada pada sekolahan umum saja, di majlis ta’lim, paguyuban dan
berbaukan nonformal pun disebut demikian. Jadi dengan begitu istilah peserta
didik tidak hanya orang dewasa dari segi usia, melainkan juga orang- orang yang
dari segi usia sudah dewasa, namun dari segi mental, wawasan, pengalaman, keterampilan
masih memerlukan bimbingan.
C. Etika Peserta Didik
Etika peserta didik adalah seuatu
yang harus dipenuhi dalam proses pendidikan. Dalam etika peserta didik, peserta
didik memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan oleh peserta didik. Dalam buku
yang ditulis oleh Rama yulis, menurut Al-Ghozali ada sebelas kewajiban peserta
didik, yaitu :
1.
Belajar dengan
niat ibadah dalam rangka taqorrub kepada Allah SWT, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan jiwanya dari akhlak
yang rendah dan watak yang tercela. (Ad-dzariat
: 56)
Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaku
2.
Mengurangi
kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrowi. (Adh Dhuha : 4)
Dan
Sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang
3.
Bersikap
tawadhu’ (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk
kepentingan pendidikannya.
4.
Menjaga
pikiran dan pertantangan yang timbul dari berbagai aliran
5.
Mempelajari
ilmu – ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrowi maupun untuk duniawi.
6.
Belajar
dengan bertahap dengan cara memulai pelajaran yang mudah menuju pelajaran yang
sukar.
7.
Belajar ilmu
sampai tuntas untuk kemudian hari beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga anak
didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
8.
Mengenal
nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
9.
Memprioritaskan
ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
10. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu
pengetahuan, yaitu ilmu yang dapat bermanfaat dalam kehidupan dinia akherat.
11.
Anak didik
harus tunduk pada nasehat pendidik.
Namun etika peserta didik tersebut
perlu disempurnakan dengan empat akhlak peserta didik dalam menuntut ilmu,
yaitu :
1.
Peserta
didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum ia
menuntut ilmu, sebab belajar merupakan ibadah yang harus dikerjakan dengan hati
yang bersih.
2.
Peserta
didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi jiwa dengan
sifat keimanan, mendekatkan diri kepada Allah.
3.
Seorang
peserta didik harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan sabar dalam
menghadapi tantangan dan cobaan yang datang.
4. Seorang harus ikhlas dalam menuntut ilmu dengan
menghormati guru atau pendidik, berusaha memperoleh kerelaan dari guru dengan
mempergunakan beberapa cara yang baik.
Selanjutnya Abd. Al-Amir Syams Al-Din, secara
lebih sistematis mengemukakan pendapat
Ibnu Jama’ah tentang tiga hal
yang berkaitan dengan etika yang harus dimiliki oleh peserta didik diantaranya,
pertama, etika terhadap diri sendiri meliputi memelihara diri
dari perbuatan dosa dan maksiat, memiliki niat dan motivasi yang kuat. Kedua, etika terhadap pendidik,
mencakup mematuhi, memulyakan, menghormati, dan menerima segala keputusan. Ketiga,
etika terhadap kegiatan belajar mengajar diantaranya senantiasa memperdalam
ilmu yag dipelajari dari pendidik.
Dalam bahasa Pesantren, pada kitab ta’lim
al-muta’alim Ali Bin Abi Tholib memberikan petuah syarat bagi peserta didik
dengan enam macam :
Pertama, dzukain yaitu: penalaran, imajinasi, kecerdasan,
yang meliputi kecerdasan intelektual yng menggunakan otak kiri dalam berfikir
linear. Kecerdasan emosional, yang menggunakan otak kanan/ intuisi dalam
berfikir asosiatif. Kecerdasan moral, yang menggunakan tolak ukur baik dan
buruk dalam bertindak. Kecerasan spiritual, yang mampu memaknai terhadap apa
yang dialami dengan menggunakan otak unitif. Kecerdasan qolbiyah atau ruhaniyah
yang puncaknya pada ketaqwaan diri pada allah SWT. Kecerdasan ini harus
dimiliki oleh peserta didik sebagai persyaratan pertama dan utama dalam
mencapai keberhasilan pendidikannya.
Kedua, hirsh yaitu: memiliki hasrat yaitu kemauan, dan
motivasi yang tinggi dalam mencari ilmu, serta tidak merasa puas terhadap ilmu
yang diperolehnya. Hasrat ini menjadi penting sebagai persyaratan dalam
pendidikan
Ketiga, ishtibar yaitu: bersabar dan tabah serta tidak
mudah putus asa dalam belajar, walaupun banyak rintangan dan hambatan. Sabar
adalah menahan diri, mengendalikan diri dalam melaksanakan perintah dan
menjauhi larangan. Seperti halnya kelebihan Nabi Khidhir dibandingkan dengan
Nabi Musa AS adalah bahwa Nabi Khidhir mengetahui suatu peristiwa yang belum
terjadi. Bahwa kunci pengetahuan Nabi Khidhir yang tidak dimiliki Nabi Musa AS
adalah sabar, sehingga berkali-kali Nabi Khidhir berkata : “sesungguhnya kamu
sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.” Dalam kisah ini, sabar menjadi
kunci bagi kecerdasan individu dalam memperoleh pengetahuan.
Empat, bulghoh yaitu: seperangkat modal dan sarana yang
memadai dalam belajar. Dalam hal ini biayaa dan dana pendidikan menjadi sangat
penting. Perolehan ilmu bukan didapat secara gratis, karena prefesionalisme
pendidikan melibatkan sejumlah kegiatan dan sarana yang dibutuhkan.
Lima, irsyadi ustadzi yaitu: petunjuk pendidik,
sehingga tidak terjadi salah pengertian terhadap apa yang dipelajari. Dalam
belajar, seseorang dapat melakukan metode autodidak, yaitu belajar
secara mandiri tanpa bantuan siapa pun. Sekalipun demikian, pendidikan masih
tetap berperan pada peserta didik dalam menunjukkan bagaimana metode belajar
yang efektif berdasarkan pengalaman sebagai seorang dewasa, serta yang
terpenting pendidik sebagi sosok yang perilakunya sebagai suri teladan bagi
peserta didik.
Enam, thuwl zaman yaitu: belajar tiada henti dalam
mencari ilmu sampai pada akhir hayat, minal mahdi ilal lahdi (dari
buaian samapai liang lahat).
DAFTAR PUSTAKA
Mujib, Abdul,
Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006)
Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2010)
Ramayulis,
Haji Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2008)
No comments:
Post a Comment